STUDI KASUS ASKEP OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL



STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTRITIS GENU BILATERAL
PADA TN. J


  1. LATAR BELAKANG
Osteoartritis adalah  suatu kondisi yang menyebabkan gejala dan tanda gangguan sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kartilago articular selain perubahan pada tulang yang mendasarinya. Menurut penyebabnya, Osteoartritis terbagi menjadi dua jenis, yaitu Osteoartritis Primer dan Sekunder. Osteoartritis primer bersifat idiopatik dan dapat bersifat general atau lokal. Sedangkan osteoartritis sekunder terjadi akibat  adanya faktor resiko yang teridentifikasi atau adanya penyebab seperti trauma sendi, abnormalitas anatomis, infeksi, neuropati, hemophilia, perubahan metabolik  pada kartilago atau  perubahan tulang subkondral (Valentina, edisi 2, 2008).  Osteoarthritis mempunyai dampak negative yang besar pada aktivitas klien. Pada tahun 2020 Osteoarthritis diperkirakan akan menjadi penyebab utama keempat disabilitas dunia. Dan di Indonesia diperkirakan 1 – 2 juta orang lanjut usia akan menderita cacat karena Osteoarthritis. Pendapat lain tentang Osteoartritis disampaikan oleh Felson (2008) yang menerangkan bahwa Osteoartritis merupakan penyakit sendi degenerative dimana terjadi perubahan patologis pada keseluruhan struktur dari sendi yang ditandai dengan terjadinya kerusakan kartilago hyaline sendi, ketebalan serta sclerosis dari lempeng tulang yang menebal, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul sendi, timbulnya peradangan dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.   
Berdasarkan data WHO, 40 % penduduk dunia yang berusia lebih dari 70 tahun mengalami Osteoartritis lutut. Data Artritis Research Campaign tahun 2000 menunjukkan bahwa 2 juta penderita OA lutut berobat ke dokter praktek umum ataupun rumah sakit, sedangkan 550 ribu diantaranya menderita OA lutut yang parah (grade IV). Namun, pada tahun 2004 menurut WHO prevalensi penderita osteoarthritis didunia mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4 juta jiwa berada di Asia Tenggara.
Di Indonesia, angka Osteoartritis total mencapai 36,5 juta orang dan 40 % dari populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis dan 80 % mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat. (Tangtrakulwanich, 2006).  Menurut Dewi S K (2009), prevalensi Osteoartritis di Indonesia pada usia < 40 tahun mencapai 5 %, pada usia 40 – 60 tahun mencapai 30 % dan 65 % pada usia > 61 tahun serta secara radiologis penderita osteoarthritis lutut cukup tinggi terjadi pada pria yaitu mencapai 15,5 % dan 12,7 % pada wanita.
Menurut Riskerdas tahun 2013, prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 %  dan berdasar diagnosis atau gejala 24,7 % .  Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Bali (19,3 %) dan jika berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1 %, diikuti Jawa Barat 32,1 % dan Bali 30 %. Sedangkan DKI Jakarta 21,8%.   Jika dilihat dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada umur   ≥ 75 tahun (54, 8 %). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan  pria  (21,8%). Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan data sebelumnya yang menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Selain itu, jika dilihat kecenderungan prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara tahun 2013 (24,7%) lebih rendah dibandingkan tahun 2007 (30,3%). Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan perilaku penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolahraga dan pola makan.
Selama praktek di RS. MMA pada tanggal 24 Maret – 28 Maret 2014,  ketertarikan untuk melakukan studi kasus Asuhan Keperawatan  pada klien dengan Osteoarthritis Genu Bilateral adalah berdasarkan data yang telah disebutkan di paragraph-paragraph sebelumnya. Selain itu penyakit  osteoarthritis bukanlah termasuk 7  penyakit yang paling banyak di rawat di RS. MMA. Jika dibandingkan penyakit lainnya, seperti DM,CKD, Stroke, MCI, DHF, CHF dan Typhoid , penderita Osteoarthritis sangat jarang ditemui di Rumah sakit ini. Sehingga dengan adanya kondisi ini menambah ketertarikan  untuk mempelajarinya. Karena walaupun sedikit kasus yang ditemui di rumah sakit ini sesungguhnya kasus ini sering dihadapi oleh para lansia  dan dapat menimbulkan komplikasi jika tidak dilakukan perawatan dan pencegahan yang tepat. Selain itu, klien Tn. J juga mempunyai riwayat penyakit DM, Hipertensi, dan CAD. Tentunya klien  sangat membutuhkan pengetahuan yang cukup untuk merawat dirinya agar klien tidak mengalami kondisi yang menurun ataupun mengalami komplikasi yang  dapat mengancam jiwanya. Namun, untuk DM, Hipertensi dan CAD saat ini terkontrol dan tidak ada keluhan, ditandai dengan tanda – tanda vital dan hasil laboratorium yang normal. Hasil Gula Darah Sewaktu terakhir (tanggal 21 Maret 2014) adalah 99 mg/dl,  dan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 120x /menit, frekuensi Pernafasan 20 x/ menit dan suhu 36  áµ’C.  Walaupun saat ini klien dalam kondisi terlihat aman sesungguhnya klien sangat beresiko terjadi komplikasi. Menurut Soeroso (2006), penderita osteoarthritis yang berusia lanjut dapat menderita kecacatan karena osteoarthritis dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko seperti usia, genetik, kegemukan, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, anomaly anatomi, penyakit metabolik dan penyakit inflamasi sendi. Selain itu, Dewi, SK (2009) juga berpendapat bahwa usia merupakan determinan utama pada osteoartritis. Osteoartritis yang terjadi pada Tn. J, bisa saja disebabkan karena faktor metabolik ataupun trauma sebelumnya yang pernah klien alami (kasus fraktur didaerah siku). Walaupun saat ini klien tidak mempunyai keluhan didaerah siku namun klien dapat beresiko terjadi osteoartritis di siku. Seperti yang dijelaskan oleh Shiddiqui (2008) bahwa trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya dapat mengakibatkan jejas atau malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. Terjadinya degenerasi premature akan dipicu oleh trauma yang mempengaruhi kartilago artikuler serta ligament yang dapat menyebabkan keabnormalan pada biomekanika sendi. 

  1. KASUS
 Tn. J (69 tahun) datang ke ruang IGD Rs. MMA pada tanggal 21 Maret  2014 jam 00.30 dengan keluhan nyeri di daerah bahu kiri dan  panggul yang terus menerus dengan skala nyeri 8. Keluhan nyeri timbul setelah klien jatuh di kamar mandi  sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.  Nyeri bertambah jika bahu ataupun panggul digerakkan. Klien juga mengeluh nyeri di kedua lutut terutama jika berjalan atau melakukan gerakan. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 120 x/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 36 áµ’C. Klien juga diambil sample darah untuk mengetahui Gula Darah Sewaktu. Hasilnya adalah 99 mg/dl. Pada bulan Juni 2013, klien pernah dirawat karena penyakit DM, Hipertensi, dan CAD. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan EKG dengan interpretasi tampak Iskemi pada gambaran lead II, III, dan aVF. Hasil dari pemeriksaan foto Thoraks terdapat Kardiomegali, dan paru – paru tidak tampak kelainan. Hasil foto Pelvis menunjukkan tampak Osteoporotik dan tidak tampak Sacroiliitis kanan dan kiri. Sedangkan hasil foto Genu bilateral tampak Osteoporotik dan sesuai dengan Osteoarthritis genu bilateral. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, klien diberikan terapi farmakologi berupa injeksi Tramadol 100 mg diberikan secara perdrip 20 tetes/menit dalam NaCl 0,9% 100 ml dan diulang tiap 8 jam dan Paracetamol tablet 3 x 1000 mg. Selanjutnya klien dikonsulkan ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Rehabilitasi Medik untuk mendapatkan penanganan selanjutnya. Klien kemudian dirawat di lantai 3 ruang 302.

  1. ASUHAN KEPERAWATAN
Pada tanggal 24 Maret 2013, Tn. J sudah memasuki hari perawatan ke 3. Untuk memberikan asuhan keperawatan, tentunya harus dilakukan beberapa proses keperawatan, yaitu Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pada saat melakukan pengkajian format yang digunakan adalah Format Gordon. Sedangkan tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan auto anamnesa, yaitu wawancara yang dilakukan langsung kepada klien, dan melakukan pemeriksaan fisik. Untuk mendapatkan data sekunder didapat dari status klien. Dari hasil pengkajian didapatkan data sebagai berikut: Identitas klien yaitu nama Tn. J, usia 69 tahun, alamat di Rt. 03 Rw. 02 Kelurahan Cilandak Timur Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Timur. Klien masuk rumah sakit sejak tanggal 21 Maret melalui Instalasi Gawat Darurat dengan nomer register 026494. Saat klien masuk didiagnosa Osteoartritis Genu Bilateral. Yang bertanggung jawab tentang biaya perawatan klien adalah Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia.
Keluhan utama klien saat masuk rumah sakit adalah  nyeri terus menerus di  bahu kiri dan panggul dengan skala nyeri 8. Klien juga mengeluh nyeri di kedua ekstremitas bawah (lutut) terutama jika berjalan atau melakukan gerakan. Nyeri ini timbul sejak klien jatuh di kamar mandi 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun saat dilakukan anamnesa nyeri klien sudah berkurang dengan skala nyeri 4 – 5.  Nyeri timbul terutama disaat klien beraktivitas dan hilang setelah minum obat dan istirahat. Klien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan pernah dirawat karena DM, Hipertensi dan CAD pada bulan Juni 2013. Klien mempunyai riwayat alergi seafood dan juga produk makanan seafood, seperti terasi. Saat ditanyakan riwayat penyakit keluarga, klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga, kecuali istri dan anak pertamanya yang menderita DM dan Hipertensi.  Data lain yang didapat dari hasil anamnesa tentang status kesehatan masa lalu adalah klien pernah jatuh dari tangga dan mengalami fraktur di daerah siku kanannya dan dilakukan operasi. Saat ini klien tidak ada keluhan di daerah siku kanannya. 
Hasil pengkajian tentang Pola Kebutuhan Dasar Tn. J adalah sebagai berikut klien sangat peduli terhadap kesehatannya. Klien sudah mengetahui bahwa klien mempunyai penyakit DM dan Hipertensi. Klien mengatakan rajin kontrol ke Dokter di Klinik BI. Jika ada masalah biasanya dirujuk ke Rumah Sakit.
Sebelum klien sakit, Pola Nutrisi – Metabolik klien membatasi konsumsi karbohidrat karena klien mempunyai riwayat DM. Saat ini klien sudah menggunakan gigi palsu untuk gigi atas dan bawah namun tidak menimbulkan masalah  untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Tinggi Badan klien adalah 170 cm, Berat Badan 60 kg, dan Indeks Massa Tubuh klien normal, yaitu 20,76.
Untuk Pola Eliminasi klien baik sebelum ataupun sesudah sakit tidak ada kelainan. Termasuk pola BAK dan BAB.
Untuk Pola Aktivitas dan Latihan, klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Sebelum sakit, biasanya klien melakukan jogging 1 x/minggu. Tetapi sesudah sakit klien sudah jarang melakukannya.
Pada saat dikaji tentang Pola Kognitif dan Persepsi, klien mampu menjelaskan persepsinya dengan mengatakan nyeri di bahu kiri, kedua lutut dan panggul sudah berkurang. Nyeri masih dapat dirasakan saat beraktivitas ataupun digerakkan, namun akan hilang setelah minum obat ataupun setelah istirahat. Skala nyeri klien saat ini 4 – 5. Selain itu klien juga mempunyai gangguan penglihatan dan sudah menggunakan kacamata baca, + 2,5 dan mata kanan – 0,5. Klien juga mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanannya
Klien tidak mempunyai masalah dalam Pola Persepsi dan Konsep diri. Klien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik dan terbuka. Klien juga tampak tenang dan tidak gelisah. Klien sangat yakin bahwa penyakitnya dapat diobati.
Pola Tidur dan Istirahat klien termasuk teratur saat sebelum sakit. Namun setelah sakit pola Tidur dan Istirahat klien menjadi tidak teratur. Klien menjadi lebih banyak tidur pada siang hari. Pada malam hari, klien baru dapat tidur setelah menjelang tengah malam
Untuk Pola Peran – Hubungan, kegiatan yang rutin sudah tidak ada. Kegiatan sosial yang masih dilakukan adalah mengikuti pengajian di dekat rumah klien setiap 2x/minggu yang diadakan pada malam jumat ataupun malam minggu. Selain itu, klien terkadang melakukan pengecekan ke tempat kos – kos an yang dimiliki sambil mengasuh cucu.
Pola Seksual – Reproduksi klien saat sebelum sakit melakukan intercourse sebanyak 1x/minggu bahkan 1 bulan sekali jika tidak ada keluhan, namun saat ini klien tidak terpikir akan hal tersebut. Klien sudah merasa cukup disayangi dengan perhatian yang diberikan oleh istrinya.
Pola Nilai – Kepercayaan klien terhadap Tuhannya termasuk sangat kuat. Klien sangat meyakini apa yang didapatkan adalah merupakan kuasa Allah SWT. Dalam menghadapi suatu masalah termasuk menghadapi sakit saat ini klien tidak merasa dihukum oleh Allah SWT, Namun yang dirasakan klien adalah saat ini sedang diuji untuk naik tingakat ke yang lebih baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran Compos Mentis, GCS 15, Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 88 x/menit, Pernafasan 18 x/menit, Suhu 36,5  áµ’C. Klien mempunyai gangguan penglihatan dan menggunakan kacamata baca +2,5 dan mata kanan -0,5. Klien juga sudah menggunakan gigi palsu untuk gigi atas dan bawah. Klien juga mengalami gangguan pendengaran di telinga kanan sedangkan telinga kiri masih jelas. Pada pemeriksaan dada, khusunya paru dan jantung tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, genetalia dan integument tidak terdapat kelainan ataupun keluhan. Namun ditemukan bekas luka operasi didaerah siku tangan kanan klien. Pada pemeriksaan ekstremitas, klien mengeluh nyeri saat menggerakkan  bahu, kaki dan juga panggulnya. Pemeriksaan reflex patella tidak dilakukan karena klien mengeluh nyeri didaerah lutut. Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, informasi tentang kondisi klien juga didapat dari data sekunder yang didapat dari status klien tentang hasil pemeriksaan  penunjang seperti Laboratorium dan Radiologi. Pada tanggal 21 Maret 2014 klien dilakukan pemeriksaan foto Pelvis dengan kesan Osteoporotik dan tidak tampak gambaran sacroiliitis kanan – kiri dan pemeriksaan foto Genu dengan kesan Osteoporotik dan sesuai dengan Osteoarthritis Genu bilateral. Klien juga dilakukan pemeriksaan Thoraks dengan hasil tampak kardiomegali dan paru-paru tidak tampak kelainan. Hasil laboratorium pada tanggal 24 Maret 2014 menunjukkan Asam urat : 4.9 mg/dl, Kolesterol Total : 1.79 mg/dl,Trigliseride: 133 mg/dl, HDL- kolesterol : 31 mg/dl, LDL - Kolesterol :  103 mg/dl, dan HbA1c : 5.0 %.  Therapi yang diberikan  adalah Paracetamol tablet 3 x 1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg, Inazole capsul 1 x 30 mg (diberikan pagi hari), Piroxicam capsul 1 x 20 mg (diberikan malam hari), Actaxon injeksi 2 x 1 gram diberikan  perdrip dalam NaCl 0,9% 100 ml (diberikan pada pk. 12.00 dan 24.00). Selain itu, klien juga mendapatkan therapi tramadol 100 mg yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24 jam.  Selain itu klien juga dikonsulkan ke bagian fisiotherapi untuk mendapatkan therapi TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyerinya.
Berdasarkan data yang didapat, dua masalah keperawatan yang menjadi prioritas yaitu Nyeri sehubungan dengan penurunan fungsi tulang, distensi jaringan karena proses inflamasi dan Resiko Cedera sehubungan dengan penurunan fungsi tulang. Asuhan keperawatan kepada Tn. J diberikan selama 3 hari yaitu tanggal 24 Maret 2014 – 26 Maret 2014.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri dapat berkurang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri 0 – 2, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 90/60 mmHg – 120/80 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit, Pernafasan 16 – 20 x/menit, Suhu 36 – 37,5 áµ’C), klien tampak tenang dan dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri. Untuk masalah keperawatan yang kedua diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi cedera ditandai dengan keadaan umum klien baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal  (tekanan darah 90/60 mmHg – 120/80 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit, Pernafasan 16 – 20 x/menit, Suhu 36 – 37,5 áµ’C), tidak ada tanda – tanda cedera.
Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan Nyeri adalah mengkaji keluhan nyeri klien dengan mencatat lokasi tempat nyeri, intensitas nyeri dengan menentukan skala nyeri klien dan mencatat hal – hal yang dapat meningkatkan rasa nyeri klien. Misalnya : apakah nyeri timbul disaat beraktivitas ataukah karena hal lain. Selama 3 hari dirawat kondisi klien mengalami perbaikan. Ditandai dengan skala nyeri yang semakin hari menjadi turun. Mulai dari 4 – 5 pada tanggal 24 Maret 2013 dan skala 1 pada tanggal 26 Maret 2014. Tanda vital klien juga selalu dalam batas normal. Pada saat akan pulang dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 80 x /menit, Pernafasan 16 x/menit dan suhu 36,4 áµ’C.   Tindakan selanjutnya adalah memberikan posisi yang nyaman dengan tidak memposisikan klien dengan bertumpu didaerah yang sakit. Misal dengan meninggikan posisi kaki, agar lebih relaks dan tidak menambah beban di kaki. Namun, klien juga harus dianjurkan untuk sering mengubah posisi agar tidak terjadi kelelahan dan kekakuan sendi, serta untuk mengurangi gerakan pada sendi terutama saat melakukan gerakan. Tn. J lebih nyaman dengan posisi miring pada saat tidur. Intervensi selanjutnya adalah membantu klien untuk aktivitas jika diperlukan, untuk meningkatkan relaksasi ataupun mengurangi ketegangan otot, dapat dilakukan masase atau pijat dengan tekanan yang lembut pada daerah yang sakit. Selain itu menganjurkan klien untuk mandi air hangat dan memberi kompres pada daerah yang nyeri untuk meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas serta rasa sakit dan melepaskan kekakuan sendi. Selanjutnya adalah  memberikan  therapi analgetik sesuai jadwal dan dosis yang telah ditentukan oleh tim medis. Untuk pemberian analgetik yang diberikan adalah Paracetamol tablet 3 x 1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg (golongan NSAIDs), Piroxicam capsul 1 x 20 mg (NSAIDs) dan therapi tramadol 100 mg (Opioid) yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24 jam. Selain itu, untuk mengatasi nyeri klien dikonsulkan ke bagian Fisioterapi untuk dilakukan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) 1 x perhari.
Untuk masalah keperawatan Resiko cedera sehubungan dengan penurunan fungsi tulang dilakukan intervensi sebagai berikut: mengendalikan lingkungan dengan menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur, misalnya dengan memasang pagar tempat tidur, memposisikan tempat tidur di posisi yang paling rendah, dan menggunakan pencahayaan yang cukup pada malam hari. Memberikan kebebasan yang maksimal kepada klien dalam beraktivitas dalam kondisi yang aman. Rasional dilakukan tindakan ini adalah untuk mengurangi resiko cedera. Hal ini juga akan memberikan pasien merasa diakui kemampuannya.

  1. PEMBAHASAN
Menurut Brunner & Suddarth (Vol.3, 2002), nyeri pada Osteoartritis disebabkan oleh inflamasi sinovia, peregangan kapsula atau ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung syaraf dalam periosteum  akibat pertumbuhan osteofit, mikro fraktur trabekulum, hipertensi intraoseus, bursitis, tendinitis (radang pada tendon) dan spasme otot. Pada tahun 2010, Brunner dan Suddarth selain menjelaskan tentang hal diatas, juga dijelaskan bahwa pada Osteoartritis secara makroskopik akan tampak irregularitas pada permukaan tulang rawan yang dilanjutkan dengan ulserasi dan penurunan kandungan glikosaminoglikan yang terdiri dari kondroitin sulfat, keratin sulfat dan asam hialuronat terjadi fibrilasi atau irregularitas oleh karena mikrofraktur pada permukaan rawan sendi yang memiliki serabut saraf C berdiameter kecil tidak bermielin-nocireseptor. Nocireseptor ini mampu melepaskan substansi P dan Calcitonin gene related peptide (CGRP) menstimulasi respon nyeri dan inflamasi. Perasaan kaku sering dialami pada pagi hari atau sesudah bangun tidur biasanya kekakuan ini berlangsung selama 30 menit dan akan berkurang jika sendi-sendi tersebut digerakkan. Gangguan fungsi  disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan keterbatasan gerak yang terjadi akibat perubahan struktur dalam sendi. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa nyeri yang paling sering dan menimbulkan ketidakmampuan fisik dibandingkan Osteoartritis pada bagian sendi lainnya. Seperti yang dialami klien Tn. J nyeri yang timbul biasanya saat melakukan pergerakan atau aktivitas. Namun, timbulnya tidak hanya pagi hari. Nyeri akan berkurang jika klien istirahat dan minum obat.
Dalam penanganan nyeri klien intervensi tindakan yang dilakukan perawat tidak dapat berdiri sendiri tanpa kolaborasi dengan tim medis. Salah satu tindakan keperawatan untuk mengatasi nyeri adalah memberikan kompres hangat. Rasional dari tindakan ini adalah untuk mendapatkan efek analgesik dan relaksasi otot sehingga proses peradangan berkurang. (Lemone & Burke, 2001). Menurut Junaidi (2006), pada Osteoartritis stadium subakut dan kronis dapat dilakukan kompres hangat yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, menambah kelenturan sendi, mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri sendi, melemaskan otot dan melenturkan jaringan ikat. Berdasarkan konsep tersebut, Hadi Masyhurrosyidi (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh kompres hangat rebusan jahe terhadap tingkat nyeri subakut dan kronis pada lansia dengan osteoarthritis lutut di Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen Malang Jawa Timur. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian kompres hangat rebusan jahe. Pada data pre dan post treatment didapatkan penurunan skala nyeri dari berat ke sedang, sedang ke rendah, dan tidak mengalami nyeri. Tindakan kompres hangat dapat diajarkan kepada klien untuk perawatan nyeri di rumah.
Selain pemberian kompres hangat, juga diberikan terapi pijat didaerah yang nyeri. Untuk tindakan pijat didaerah yang nyeri, juga dibahas pada jurnal Plos One yang dipublikasikan pada tanggal 8 Februari 2012. Dalam jurnal tersebut dibahas tentang sebuah penelitian tentang Terapi Pijat pada Osteoartritis yang dinilai dengan menggunakan WOMAC Global Score, Visual Analog Pain Scale, Range of Motion, dan lamanya klien berjalan sepanjang 50 kaki (15 meter). Dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa untuk menghasilkan skala yang optimal diperlukan tindakan massage yang tepat baik dosis, tempat dipijat, lama dipijat dan juga jarak waktu dipijat. Agar optimal tindakan pijat dilakukan hanya satu kali seminggu dan hanya 60 menit. Tindakan pijat ini dapat dilakukan oleh perawat ataupun kolaborasi dengan petugas fisiotherapi. Tetapi jika klien dirumah tindakan pijat dapat dilakukan oleh keluarga yang sebelumnya diajarkan oleh perawat. Namun dalam penelitian tersebut tindakan terapi pijat dilakukan oleh tenaga ahli terapi pijat.
Selain tindakan asuhan keperawatan dalam mengatasi nyeri pada klien dengan Osteoartritis juga harus diberikan therapi farmakologi. Untuk therapi farmakologi yang diberikan pada lansia yang menderita Osteoartritis adalah terapi farmakologi dari golongan analgesik dan antiinflamasi seperti NSAIDs (Non Steroid Anti Inflamatory Drugs) dan Disease Modifying Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs). (Brunner & Suddarth, 2010). Pemberian terapi tersebut bertujuan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang terjadi, melindungi sendi dan tulang dari proses kerusakan (Destruksi).
Selain itu, sesuai dengan Rekomendasi WHO untuk penatalaksanaan nyeri yang terdapat dalam http://en.m.wikipedia.org/wiki/Pain_management bahwa untuk penanganan nyeri yang disebabkan karena Osteoartritis adalah pemberian analgetik type Paracetamol dan NSAIDs.  Namun, obat-obat tersebut memiliki efek samping jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Jika diperhatikan, obat yang dikonsumsi oleh Tn. J  terlalu banyak  jenisnya. Klien mendapat Paracetamol, Pirexin (Ibuprofen),  Piroxicam dan juga Tramadol. Seharusnya obat-obat tersebut dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan skala nyeri yang dikeluhkan klien. Semakin banyak obat yang diberikan akan beresiko untuk menimbulkan ulkus di saluran cerna, walaupun untuk pencegahannya klien sudah diberikan therapy Inazol capsul 1 x 30 mg yang diberikan pada pagi hari. Obat Inazol ini berisi Lansoprazol yang berguna untuk menghambat sekresi asam lambung. Diberikan pada klien yang mengalami Ulkus Duodenum, Benigna Ulkus Gaster, dan Refluks Esofagitis. Pemberian obat Inazol pada klien Tn. J sebenarnya masih belum tepat karena obat ini seharusnya diberikan pada pagi hari sebelum makan, dan bukan sesudah makan. Ini bertujuan agar tercapai efek penghambatan asam lambung yang optimal serta kesembuhan yang cepat. Dosis terapi analgetik dan anti inflamasi yang klien dapatkan adalah  Paracetamol tablet 3 x 1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg, Piroxicam capsul 1 x 20 mg dan therapi tramadol 100 mg yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24 jam.
Untuk penggunaan therapy analgetik pada kasus Osteoartritis juga dijelaskan oleh Kenneth D. Brant,MD, dalam Osteoarthritis Jurnal bahwa setelah pemakaian NSAIDs yang sama selama lebih dari 12 bulan akan menimbulkan masalah yang serius pada saluran cerna, seperti Ulcer, dan juga komplikasinya seperti Perdarahan, Obstruksi, Perforasi sampai kematian. Pada lansia resiko tersebut akan meningkat.
Bahkan dalam International Journal of Rheumatic Diseases 2012, J-W Hur (Eulji University, College of Medicine, South Korea) menuliskan hasil penelitiannya bahwa penatalaksanaan Osteoartritis pada pasien lansia yang mengalami nyeri lebih efektif diberikan kombinasi Tramadol/Acetaminophen daripada pemakaian NSAIDs. Efek samping yang timbul dari pemakaian Tramadol/Acetaminophen pada lansia adalah mual/muntah (47,6%) dan konstipasi (33,3 %) sedangkan pemakaian NSAIDs lebih sering menimbulkan nyeri epigastrik dan heartburn. Sayangnya, dalam jurnal tersebut tidak disebutkan persentasi dari kejadian epigastrik dan juga heartburn. Oleh karena itu, pada pemberian NSAIDs harus disertai dengan pemberian anti Ulcer seperti therapy Inazol.
Dalam jurnal yang sama namun penulis yang berbeda (A. Turcan, 2012), juga dilaporkan tentang penelitian terhadap penderita Osteoartritis Lutut yang dilakukan satu atau dua jenis therapi fisik, seperti: Infra merah, TENS, dan Ultrasound. Untuk penilaiannya, dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan therapi dengan menggunakan VAS untuk nyeri, Indeks fungsi WOMAC dan kemampuan flexi serta ekstensi sendi pada masing-masing lutut. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara group yang diberikan satu therapi fisik dengan group yang diberikan dua therapi fisik dalam satu hari. Dengan demikian, pemberian therapi TENS pada Tn. J sudah sesuai sehingga tidak diperlukan therapi fisik yang lain lagi.
Selain pemberian therapi farmakologi dan fisioterapi, untuk mengurangi nyeri pada penderita Osteoarthritis dapat juga dilakukan pembatasan gerak klien dengan menggunakan Knee Brace khususnya pada penderita Osteoartritis Lutut. Tujuan diberikannya Knee Brace adalah untuk menghambat terjadinya deformitas pada lutut. Dalam sebuah artikel tentang penelitian “Penggunaan Knee Brace Menghambat Deformitas pada Osteoartritis” yang terdapat dalam jurnal Health Quality volume 4 no. 1 tahun 2013 dikatakan bahwa dengan penggunaan Knee Brace dapat menghambat terjadinya deformitas pada lutut dan dapat mengurangi nyeri klien karena pergerakan sendi dan kontraksi otot dapat dibatasi. Hasil penelitian tersebut adalah pada klien yang menggunakan Knee Brace setelah dua bulan tidak terjadi perubahan derajat deformitas yang signifikan. Hal ini kemungkinan karena penggunaan Knee Brace berfungsi memberikan stabilisasi dinamis. Berbeda hasilnya pada klien yang tidak menggunakan Knee Brace, terjadi perubahan yang signifikan untuk derajat deformitasnya.
            Untuk mengatasi masalah keperawatan Resiko Cedera, selain yang telah disebutkan pada paragraph sebelumnya, penggunaan Knee Brace juga dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya cedera karena dapat memberikan stabilisasi dinamis dan menghambat terjadinya deformitas pada lutut ( khususnya pada penderita Osteoartritis Lutut ). Klien dengan Osteoartritis Lutut beresiko cedera ataupun jatuh disebabkan karena hilangnya kekuatan otot. Selain itu juga terjadi ketidakstabilan posisi yang dapat mempengaruhi klien dalam menjaga keseimbangan tubuhnya. Saat melakukan aktivitas sehari-hari dan ambulasi sangat dibutuhkan kestabilan posisi. Karena jika tidak mampu menjaga kestabilan posisi tubuh akan mengakibatkan resiko jatuh. Kekuatan otot pada penderita Osteoartritis dapat dilatih dengan melakukan latihan fisik seperti yang telah dibahas sebelumnya. Perawat harus memotivasi klien untuk tetap melakukan latihan fisik dan olahraga ringan karena ini akan membantu klien untuk memaksimalkan kualitas hidupnya. Sebuah penelitian yang dilakukan di Malaysia oleh Nafiseh Khalaj, dkk (dalam Jurnal Plos One, Volume 9 Issue 3, yang diterbitkan 18 Maret 2014) membuktikan bahwa pada klien yang mengalami Osteoartritis Lutut Bilateral mulai dari stadium sedang sampai lanjut mengalami gangguan keseimbangan dan sangat beresiko jatuh jika dibandingkan dengan orang yang sehat ataupun menderita Osteoartritis namun masih dalam stadium ringan. Pembuktian tersebut dilakukan dengan menggunakan Biodex Stability System dan Test “Timed Up and Go”.
            Pada saat klien pulang (26 Maret 2014) klien hanya diberikan edukasi tentang jadwal kontrol selanjutnya dan juga tentang cara minum obat. Sebagai seorang perawat seharusnya juga menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan oleh klien selama dirumah. Minimal, klien mampu merawat dirinya dan dapat menghindari terjadinya komplikasi selama klien di rumah. Misalnya tentang diet, latihan fisik, jenis olahraga yang dapat dilakukan serta pencegahan agar tidak terjadi cedera.
Tentang Diet dan Osteoatritis, dibahas di Osteoarthritis Health Center bahwa jika memiliki Osteoartritis, harus mengkonsumsi diet yang seimbang. Meskipun para ahli tidak menganjurkan makanan khusus untuk penderita Osteoartritis, namun dengan memilih makanan yang sehat akan mendapatkan banyak keuntungan, seperti untuk menurunkan berat badan, membangun tulang rawan yang kuat, dan mengurangi peradangan. Enam tips yang harus tetap dijaga adalah mengurangi intake ekstra kalori, mengkonsumsi banyak buah dan sayuran, menambah konsumsi Omega 3, menggunakan minyak zaitun sebagai pengganti lemak yang lain (mentega), konsumsi cukup vitamin C, dan hindari memasak dengan suhu tinggi. Selain 6 tips yang telah disebutkan perlu juga diperhatikan jangan sampai kekurangan konsumsi kalsium, vitamin D, vitamin K, vitamin B6, dan magnesium. Zat-zat tersebut sangat dibutuhkan untuk penderita Osteoartritis. Namun bagi penderita yang kelebihan berat badan selain konsultasi dengan ahli gizi juga dianjurkan konsultasi dengan ahli fisiotherapi untuk melakukan latihan – latihan fisik yang dapat menurunkan berat badan klien.
  Klien Tn. J  yang memiliki Tinggi badan 170 cm, Berat badan 60 kg, dan IMT 20,76 termasuk dalam kriteria normal. Sehingga klien hanya membutuhkan latihan fisik dan olahraga yang bertujuan untuk memperkuat tulang dan otot klien serta melakukan olahraga ringan untuk mencegah gejala-gejala yang timbul dari Osteoarthritis. Dalam sebuah artikel yang terdapat dalam sebuah jurnal (Journal of Aging Research, volume 2011, tahun 2011) dijelaskan bahwa akibat dari kelemahan dan ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan terjadinya Osteoartritis. Sehingga perlu dilakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur. Fokus latihan adalah untuk memperkuat otot dan latihan peregangan atau aktivitas aerobic.  Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk menentukan type latihan yang tepat untuk mengatasi dan juga mencegah terjadinya Osteoartritis.  Penulis (Victor Valderrabano dan Christina Steigerb) artikel tersebut membuat kesimpulan bahwa olahraga air hanya memberi keuntungan diawal saja dan pada orang gemuk latihan aerobic serta latihan untuk menguatkan otot memiliki efek yang terus menerus selama latihan tersebut tetap dilakukan dan akan hilang jika dihentikan. Penulis meyakinkan bahwa diperlukan langkah-langkah tambahan yang dapat membantu memotivasi klien untuk tetap berolahraga, seperti: jadwal latihan, latihan kelompok, dan juga sesi instruksi dengan ahli fisioterapi. Dalam artikel lain yang ditulis oleh Rachmah Laksmi Ambardini, jenis latihan dan olahraga yang dianjurkan untuk penderita Osteoartritis dicontohkan lebih jelas. Manfaat langsung yang dirasakan klien setelah latihan adalah mobilitas sendi meningkat, dan otot menjadi lebih kuat dalam menyokong dan melindungi sendi selain itu juga dapat mengurangi nyeri dan kaku sendi. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah dapat memperbaiki kesehatan pasien secara menyeluruh. Untuk memperbaiki mobilitas sendi dapat dilakukan latihan peregangan dan latihan untuk meningkatkan range of motion (ROM) baik aktif ataupun pasif. Untuk memperkuat otot sekitar sendi yang sakit, melindungi dan menstabilkan sendi, memperbaiki kemampuan sendi dan mengurangi tekanan yang dapat mempercepat degenerasi kartilago dapat dilakukan latihan ketahanan (Resistance training). Namun, ternyata dalam pemberian program latihan untuk penderita Osteoartritis juga terdapat kontraindikasi. Kontraindikasinya dibagi dua, yaitu Kontraindikasi Absolut, seperti: penderita yang mempunyai aritmia tidak terkontrol, blok jantung derajat 3, angina tidak stabil, Infark Miokard Akut, dan Gagal jantung Kongestif Akut. Kontraindikasi yang lain adalah Kontraindikasi Relatif, seperti: Kardiomiopati, penyakit gangguan katup jantung, hipertensi tidak terkontrol, dan penyakit metabolic yang tidak terkontrol (American Geriatric Society). Contoh-contoh latihan yang telah disebutkan diatas dapat diajarkan kepada Tn. J,  karena klien saat ini tidak memiliki kontraindikasi untuk melakukannya. Namun, karena klien memiliki riwayat Hipertensi perawat harus mengingatkan klien untuk rajin kontrol agar tidak terjadi komplikasi ataupun dalam kondisi hipertensi yang tidak terkontrol.

  1. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kasus dan beberapa data serta informasi yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa Osteoartritis Lutut harus ditangani dengan tepat dan diberikan penanganan dari multi disiplin ilmu mulai dari keperawatan, medis, ahli Gizi dan juga ahli Fisiotherapi. Kesemuanya diberikan dengan tujuan untuk memaksimalkan kualitas hidup klien. Sehigga klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan tidak mengalami komplikasi yang buruk yang dapat membahayakan kondisi klien.
 Disarankan kepada klien agar klien melakukan pemeriksaan fisik secara teratur baik untuk penyakit saat ini ataupun yang berhubungan dengan penyakit penyerta yang diderita klien seperti DM, Hipertensi dan CAD. Karena penyakit – penyakit tersebut dapat mempengaruhi kondisi klien dan dapat menimbulkan komplikasi.
Sedangkan saran untuk perawat adalah seorang Perawat harus mampu mengenal masalah klien dengan tepat dengan melakukan pengkajian yang tepat pula. Sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat sesuai dengan masalah klien dan tidak menimbulkan masalah baru pada klien. Sebaiknya perawat selalu meningkatkan pengetahuan tidak hanya formal namun juga informal, seperti dengan membaca jurnal-jurnal terbaru tentang asuhan keperawatan sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan terkini yang dapat membantu klien dalam mengatasi masalah keperawatannya.

















DAFTAR PUSTAKA

Ambardini,R,L. Peran Latihan Fisik dalam Manajemen terpadu Osteoartritis. (On-Line). http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132256204/Latihan%20Fisik-Manajemen%20Osteoartritis.pdf Diunduh tanggal 20 Mei 2014
Brosseau,L. (2014). A Systemic Critical Appraisal for Non-Pharmacological Management of Osteoarthritis using the Appraisal of Guidelines Research and Evaluation II Instrument. Journal Plos One, January 2014, Vol.9, Isuue 1, e82986. (On-Line). www.plosone.org Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Hamid, F. (2011). Osteoarthritis – Nyeri Sendi. (On-Line). http://fadilahhamid.blogspot.com/2011/06/osteoarthritis-nyeri-sendi.html. Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Karma,A.(2013). Penggunaan Knee Brace Menghambat Deformitas pada Osteoartritis. Journal Health Quality, Vol. 4,No.1, Nopember 2013, Hal 1 – 76. (On-Line). http://www.google.com/url?q=http://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/86Jurnal_Agusni_K.pdf&sa=U&ei=hw19U7eYDYprQep34HQDA&ved=OCCQQFjAB&sig2=PCq1F-81gynwOT6kjAXGxw&usg=AFQjCNG1VrvZQ_YG7EcgSLV-ID_UxbKKeg Diunduh tanggal 1 Mei 2014
Keurentjes,C. (2013). Patients with Severe Radiographic Osteoarthritis Have a Better Prognosis in Physical Functioning after Hip and Knee Replacement: a Cohort Study. Journal Plos One, April 2013, Vol.8, Issue 4, e59500. (On-Line). www.plosone.org  Diunduh tanggal 11 April 2014
Khalaj,N. (2014). Balance and Risk of Fall in Individuals with Bilateral Mild and Moderate Knee Osteoarthritis. Journal Plos One,March 2014, Vol.9, (3):e92270. (On-Line). www.plosone.org Diunduh tanggal 11 April 2014
Masyhurrosyidi,H. (2013). Pengaruh Kompres Hangat Rebusan Jahe terhadap Tingkat Nyeri Subakut dan Kronis pada Lanjut Usia dengan Osteoarthritis Lutut di Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen Malang Jawa Timur. (On-Line). www.academia.edu/6699750/PENGARUH_KOMPRES_HANGAT_REBUSAN_JAHE_TERHADAP_TINGKAT_NYERI_SUBAKUT_DAN_KRONIS_PADA_LANJUT_USIA_DENGAN_OSTEOARTHRITIS_LUTUT_DI_PUSKESMAS_ARJUNA_KECAMATAN_KLOJEN_MALANG_JAWA_TIMUR&sa=U&ei=pseqrJ-KeBGLznR3bH_oCg&usg=AFQjCNF1lyKEwwxwD-lfb6Sn8E7vd3Gw8Q Diunduh tanggal 11 April 2014
Miller,M,J. (2005). Journal of Inflammation 2005, 2:11. (On-Line). http://www.jornal-inlammation.com/content/2/1/11 Diunduh tanggal 11 April 2014 
Perlman,A. (2012). Massage Therapy for Osteoarthritis of the Knee: A Randomized Dose – Finding Trial. Journal Plos One, Feb,2012, vol.7 (2):e30248. (On-Line) www.plosone.org  Diunduh tanggal 11 April 2014
Riset Kesehatan Dasar : RISKESDAS 2013. (On-Line). http://depkes.go.iddownloadriskesdas2013Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.AdobeReader Diunduh tanggal 11 April 2014
Rosemann,T. (2007). Journal of Orthopaedy Surgery and Research. 2007, 2:12. (On – Line). http://www.josr-online.com/content/2/1/12 Diunduh tanggal 11 April 2014
Valderrabano,V. (2011). Treatment and Prevention of Osteoarthritis through Exercise and Sport. SAGE-Hindawi Access to Research Journal of Aging Research, Vol.2011,Article ID 374653, 6 pages. (On-Line). http://www.google.com/url?http://www.hindawi.com/journals/jar/ Diunduh tanggal 11 April 2014


Komentar

  1. Terimakasih untuk artikel yang sangat bermanfaat ini, semoga saya mendapatkan informasi yang jelas atas penyakit yang saya alami saat ini sampai kepada tahap penyembuhan selanjutnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nutrisi pada ibu post partum

DUTA BUKU "MEROKOK = EGOIS"