STUDI KASUS ASKEP OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL
STUDI
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTRITIS GENU BILATERAL
PADA
TN. J
- LATAR BELAKANG
Osteoartritis adalah suatu
kondisi yang menyebabkan gejala dan tanda gangguan sendi yang berhubungan
dengan kerusakan integritas kartilago articular selain perubahan pada tulang
yang mendasarinya. Menurut penyebabnya, Osteoartritis terbagi menjadi dua
jenis, yaitu Osteoartritis Primer dan Sekunder. Osteoartritis primer bersifat
idiopatik dan dapat bersifat general atau lokal. Sedangkan osteoartritis
sekunder terjadi akibat adanya faktor
resiko yang teridentifikasi atau adanya penyebab seperti trauma sendi,
abnormalitas anatomis, infeksi, neuropati, hemophilia, perubahan metabolik pada kartilago atau perubahan tulang subkondral (Valentina, edisi
2, 2008). Osteoarthritis mempunyai
dampak negative yang besar pada aktivitas klien. Pada tahun 2020 Osteoarthritis
diperkirakan akan menjadi penyebab utama keempat disabilitas dunia. Dan di
Indonesia diperkirakan 1 – 2 juta orang lanjut usia akan menderita cacat karena
Osteoarthritis. Pendapat lain tentang Osteoartritis disampaikan oleh Felson
(2008) yang menerangkan bahwa Osteoartritis merupakan penyakit sendi
degenerative dimana terjadi perubahan patologis pada keseluruhan struktur dari
sendi yang ditandai dengan terjadinya kerusakan kartilago hyaline sendi,
ketebalan serta sclerosis dari lempeng tulang yang menebal, pertumbuhan
osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul sendi, timbulnya peradangan dan
melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.
Berdasarkan data WHO, 40 % penduduk dunia yang berusia lebih dari 70
tahun mengalami Osteoartritis lutut. Data Artritis Research Campaign tahun 2000
menunjukkan bahwa 2 juta penderita OA lutut berobat ke dokter praktek umum
ataupun rumah sakit, sedangkan 550 ribu diantaranya menderita OA lutut yang
parah (grade IV). Namun, pada tahun 2004 menurut WHO prevalensi penderita
osteoarthritis didunia mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4 juta jiwa berada di
Asia Tenggara.
Di Indonesia, angka Osteoartritis total mencapai 36,5 juta orang dan 40
% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis dan 80 %
mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat.
(Tangtrakulwanich, 2006). Menurut Dewi S
K (2009), prevalensi Osteoartritis di Indonesia pada usia < 40 tahun
mencapai 5 %, pada usia 40 – 60 tahun mencapai 30 % dan 65 % pada usia > 61
tahun serta secara radiologis penderita osteoarthritis lutut cukup tinggi
terjadi pada pria yaitu mencapai 15,5 % dan 12,7 % pada wanita.
Menurut Riskerdas tahun 2013, prevalensi penyakit sendi berdasarkan
diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 %
dan berdasar diagnosis atau gejala 24,7 % . Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan tertinggi di Bali (19,3 %) dan jika berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1 %, diikuti Jawa
Barat 32,1 % dan Bali 30 %. Sedangkan DKI Jakarta 21,8%. Jika dilihat dari karakteristik umur,
prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75
tahun (54, 8 %). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan
dengan pria (21,8%). Kondisi ini sangat berbeda jika
dibandingkan data sebelumnya yang menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan wanita. Selain itu, jika dilihat kecenderungan prevalensi
penyakit sendi berdasarkan wawancara tahun 2013 (24,7%) lebih rendah
dibandingkan tahun 2007 (30,3%). Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan
kemungkinan perilaku penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolahraga dan
pola makan.
Selama praktek di RS. MMA pada tanggal 24 Maret – 28 Maret 2014, ketertarikan untuk melakukan studi kasus
Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Osteoarthritis Genu Bilateral adalah berdasarkan data yang telah disebutkan di
paragraph-paragraph sebelumnya. Selain itu penyakit osteoarthritis bukanlah termasuk 7 penyakit yang paling banyak di rawat di RS.
MMA. Jika dibandingkan penyakit lainnya, seperti DM,CKD, Stroke, MCI, DHF, CHF
dan Typhoid , penderita Osteoarthritis sangat jarang ditemui di Rumah sakit
ini. Sehingga dengan adanya kondisi ini menambah ketertarikan untuk mempelajarinya. Karena walaupun sedikit
kasus yang ditemui di rumah sakit ini sesungguhnya kasus ini sering dihadapi
oleh para lansia dan dapat menimbulkan
komplikasi jika tidak dilakukan perawatan dan pencegahan yang tepat. Selain
itu, klien Tn. J juga mempunyai riwayat penyakit DM, Hipertensi, dan CAD.
Tentunya klien sangat membutuhkan
pengetahuan yang cukup untuk merawat dirinya agar klien tidak mengalami kondisi
yang menurun ataupun mengalami komplikasi yang
dapat mengancam jiwanya. Namun, untuk DM, Hipertensi dan CAD saat ini
terkontrol dan tidak ada keluhan, ditandai dengan tanda – tanda vital dan hasil
laboratorium yang normal. Hasil Gula Darah Sewaktu terakhir (tanggal 21 Maret
2014) adalah 99 mg/dl, dan tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 120x /menit, frekuensi Pernafasan 20 x/ menit dan suhu
36 áµ’C.
Walaupun saat ini klien dalam kondisi terlihat aman sesungguhnya klien
sangat beresiko terjadi komplikasi. Menurut Soeroso (2006), penderita
osteoarthritis yang berusia lanjut dapat menderita kecacatan karena
osteoarthritis dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko seperti usia, genetik,
kegemukan, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, anomaly anatomi, penyakit
metabolik dan penyakit inflamasi sendi. Selain itu, Dewi, SK (2009) juga
berpendapat bahwa usia merupakan determinan utama pada osteoartritis. Osteoartritis
yang terjadi pada Tn. J, bisa saja disebabkan karena faktor metabolik ataupun trauma
sebelumnya yang pernah klien alami (kasus fraktur didaerah siku). Walaupun saat
ini klien tidak mempunyai keluhan didaerah siku namun klien dapat beresiko
terjadi osteoartritis di siku. Seperti yang dijelaskan oleh Shiddiqui (2008)
bahwa trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya dapat mengakibatkan jejas
atau malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis.
Terjadinya degenerasi premature akan dipicu oleh trauma yang mempengaruhi
kartilago artikuler serta ligament yang dapat menyebabkan keabnormalan pada
biomekanika sendi.
- KASUS
Tn. J (69 tahun) datang ke ruang
IGD Rs. MMA pada tanggal 21 Maret 2014
jam 00.30 dengan keluhan nyeri di daerah bahu kiri dan panggul yang terus menerus dengan skala nyeri
8. Keluhan nyeri timbul setelah klien jatuh di kamar mandi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri bertambah jika bahu ataupun panggul
digerakkan. Klien juga mengeluh nyeri di kedua lutut terutama jika berjalan
atau melakukan gerakan. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan
hasil Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 120 x/menit, Pernafasan: 20 x/menit,
Suhu: 36 áµ’C. Klien juga diambil sample darah untuk mengetahui Gula Darah
Sewaktu. Hasilnya adalah 99 mg/dl. Pada bulan Juni 2013, klien pernah dirawat
karena penyakit DM, Hipertensi, dan CAD. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan EKG
dengan interpretasi tampak Iskemi pada gambaran lead II, III, dan aVF. Hasil dari
pemeriksaan foto Thoraks terdapat Kardiomegali, dan paru – paru tidak tampak
kelainan. Hasil foto Pelvis menunjukkan tampak Osteoporotik dan tidak tampak Sacroiliitis
kanan dan kiri. Sedangkan hasil foto Genu bilateral tampak Osteoporotik dan
sesuai dengan Osteoarthritis genu bilateral. Dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan, klien diberikan terapi farmakologi berupa injeksi Tramadol 100 mg
diberikan secara perdrip 20 tetes/menit dalam NaCl 0,9% 100 ml dan diulang tiap
8 jam dan Paracetamol tablet 3 x 1000 mg. Selanjutnya klien dikonsulkan ke
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Rehabilitasi Medik untuk mendapatkan
penanganan selanjutnya. Klien kemudian dirawat di lantai 3 ruang 302.
- ASUHAN KEPERAWATAN
Pada tanggal 24 Maret 2013, Tn. J sudah memasuki hari perawatan ke 3. Untuk
memberikan asuhan keperawatan, tentunya harus dilakukan beberapa proses
keperawatan, yaitu Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pada saat
melakukan pengkajian format yang digunakan adalah Format Gordon. Sedangkan
tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan auto anamnesa, yaitu
wawancara yang dilakukan langsung kepada klien, dan melakukan pemeriksaan
fisik. Untuk mendapatkan data sekunder didapat dari status klien. Dari hasil
pengkajian didapatkan data sebagai berikut: Identitas klien yaitu nama Tn. J,
usia 69 tahun, alamat di Rt. 03 Rw. 02 Kelurahan Cilandak Timur Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Timur. Klien masuk rumah sakit sejak tanggal 21 Maret melalui
Instalasi Gawat Darurat dengan nomer register 026494. Saat klien masuk
didiagnosa Osteoartritis Genu Bilateral. Yang bertanggung jawab tentang biaya
perawatan klien adalah Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia.
Keluhan utama klien saat masuk rumah sakit adalah nyeri terus menerus di bahu kiri dan panggul dengan skala nyeri 8. Klien
juga mengeluh nyeri di kedua ekstremitas bawah (lutut) terutama jika berjalan
atau melakukan gerakan. Nyeri ini timbul sejak klien jatuh di kamar mandi 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Namun saat dilakukan anamnesa nyeri klien sudah
berkurang dengan skala nyeri 4 – 5.
Nyeri timbul terutama disaat klien beraktivitas dan hilang setelah minum
obat dan istirahat. Klien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan
pernah dirawat karena DM, Hipertensi dan CAD pada bulan Juni 2013. Klien
mempunyai riwayat alergi seafood dan juga produk makanan seafood, seperti
terasi. Saat ditanyakan riwayat penyakit keluarga, klien mengatakan tidak ada
riwayat penyakit keluarga, kecuali istri dan anak pertamanya yang menderita DM
dan Hipertensi. Data lain yang didapat
dari hasil anamnesa tentang status kesehatan masa lalu adalah klien pernah jatuh
dari tangga dan mengalami fraktur di daerah siku kanannya dan dilakukan
operasi. Saat ini klien tidak ada keluhan di daerah siku kanannya.
Hasil pengkajian tentang Pola Kebutuhan Dasar Tn. J adalah sebagai
berikut klien sangat peduli terhadap kesehatannya. Klien sudah mengetahui bahwa
klien mempunyai penyakit DM dan Hipertensi. Klien mengatakan rajin kontrol ke
Dokter di Klinik BI. Jika ada masalah biasanya dirujuk ke Rumah Sakit.
Sebelum klien sakit, Pola Nutrisi – Metabolik klien membatasi konsumsi
karbohidrat karena klien mempunyai riwayat DM. Saat ini klien sudah menggunakan
gigi palsu untuk gigi atas dan bawah namun tidak menimbulkan masalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Tinggi
Badan klien adalah 170 cm, Berat Badan 60 kg, dan Indeks Massa Tubuh klien
normal, yaitu 20,76.
Untuk Pola Eliminasi klien baik sebelum ataupun sesudah sakit tidak ada
kelainan. Termasuk pola BAK dan BAB.
Untuk Pola Aktivitas dan Latihan, klien mampu melakukan aktivitas secara
mandiri. Sebelum sakit, biasanya klien melakukan jogging 1 x/minggu.
Tetapi sesudah sakit klien sudah jarang melakukannya.
Pada saat dikaji tentang Pola Kognitif dan Persepsi, klien mampu
menjelaskan persepsinya dengan mengatakan nyeri di bahu kiri, kedua lutut dan
panggul sudah berkurang. Nyeri masih dapat dirasakan saat beraktivitas ataupun
digerakkan, namun akan hilang setelah minum obat ataupun setelah istirahat.
Skala nyeri klien saat ini 4 – 5. Selain itu klien juga mempunyai gangguan
penglihatan dan sudah menggunakan kacamata baca, + 2,5 dan mata kanan – 0,5.
Klien juga mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanannya
Klien tidak mempunyai masalah dalam Pola Persepsi dan Konsep diri. Klien
dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik dan terbuka. Klien juga
tampak tenang dan tidak gelisah. Klien sangat yakin bahwa penyakitnya dapat
diobati.
Pola Tidur dan Istirahat klien termasuk teratur saat sebelum sakit.
Namun setelah sakit pola Tidur dan Istirahat klien menjadi tidak teratur. Klien
menjadi lebih banyak tidur pada siang hari. Pada malam hari, klien baru dapat
tidur setelah menjelang tengah malam
Untuk Pola Peran – Hubungan, kegiatan yang rutin sudah tidak ada.
Kegiatan sosial yang masih dilakukan adalah mengikuti pengajian di dekat rumah
klien setiap 2x/minggu yang diadakan pada malam jumat ataupun malam minggu.
Selain itu, klien terkadang melakukan pengecekan ke tempat kos – kos an yang
dimiliki sambil mengasuh cucu.
Pola Seksual – Reproduksi klien saat sebelum sakit melakukan intercourse
sebanyak 1x/minggu bahkan 1 bulan sekali jika tidak ada keluhan, namun saat
ini klien tidak terpikir akan hal tersebut. Klien sudah merasa cukup disayangi
dengan perhatian yang diberikan oleh istrinya.
Pola Nilai – Kepercayaan klien terhadap Tuhannya termasuk sangat kuat.
Klien sangat meyakini apa yang didapatkan adalah merupakan kuasa Allah SWT.
Dalam menghadapi suatu masalah termasuk menghadapi sakit saat ini klien tidak
merasa dihukum oleh Allah SWT, Namun yang dirasakan klien adalah saat ini
sedang diuji untuk naik tingakat ke yang lebih baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran
Compos Mentis, GCS 15, Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 88 x/menit, Pernafasan 18
x/menit, Suhu 36,5 áµ’C. Klien mempunyai
gangguan penglihatan dan menggunakan kacamata baca +2,5 dan mata kanan -0,5.
Klien juga sudah menggunakan gigi palsu untuk gigi atas dan bawah. Klien juga
mengalami gangguan pendengaran di telinga kanan sedangkan telinga kiri masih
jelas. Pada pemeriksaan dada, khusunya paru dan jantung tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, genetalia dan integument tidak terdapat kelainan
ataupun keluhan. Namun ditemukan bekas luka operasi didaerah siku tangan kanan
klien. Pada pemeriksaan ekstremitas, klien mengeluh nyeri saat
menggerakkan bahu, kaki dan juga
panggulnya. Pemeriksaan reflex patella tidak dilakukan karena klien mengeluh
nyeri didaerah lutut. Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, informasi tentang
kondisi klien juga didapat dari data sekunder yang didapat dari status klien
tentang hasil pemeriksaan penunjang
seperti Laboratorium dan Radiologi. Pada tanggal 21 Maret 2014 klien dilakukan
pemeriksaan foto Pelvis dengan kesan Osteoporotik dan tidak tampak gambaran
sacroiliitis kanan – kiri dan pemeriksaan foto Genu dengan kesan Osteoporotik
dan sesuai dengan Osteoarthritis Genu bilateral. Klien juga dilakukan
pemeriksaan Thoraks dengan hasil tampak kardiomegali dan paru-paru tidak tampak
kelainan. Hasil laboratorium pada tanggal 24 Maret 2014 menunjukkan Asam urat : 4.9
mg/dl, Kolesterol Total : 1.79 mg/dl,Trigliseride: 133 mg/dl, HDL- kolesterol :
31 mg/dl, LDL - Kolesterol : 103 mg/dl,
dan HbA1c : 5.0 %. Therapi yang
diberikan adalah Paracetamol tablet 3 x
1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg, Inazole capsul 1 x 30 mg (diberikan pagi
hari), Piroxicam capsul 1 x 20 mg (diberikan malam hari), Actaxon injeksi 2 x 1
gram diberikan perdrip dalam NaCl 0,9%
100 ml (diberikan pada pk. 12.00 dan 24.00). Selain itu, klien juga mendapatkan
therapi tramadol 100 mg yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24
jam. Selain itu klien juga dikonsulkan
ke bagian fisiotherapi untuk mendapatkan therapi TENS (Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyerinya.
Berdasarkan data yang didapat, dua masalah keperawatan yang menjadi
prioritas yaitu Nyeri sehubungan dengan penurunan fungsi tulang, distensi
jaringan karena proses inflamasi dan Resiko Cedera sehubungan dengan penurunan
fungsi tulang. Asuhan keperawatan kepada Tn. J diberikan selama 3 hari yaitu
tanggal 24 Maret 2014 – 26 Maret 2014.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri
dapat berkurang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri 0 – 2, kesadaran
compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 90/60 mmHg –
120/80 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit, Pernafasan 16 – 20 x/menit, Suhu 36 – 37,5 áµ’C),
klien tampak tenang dan dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
Untuk masalah keperawatan yang kedua diharapkan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi cedera ditandai dengan keadaan umum
klien baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 90/60 mmHg – 120/80 mmHg, Nadi
60 – 100 x/menit, Pernafasan 16 – 20 x/menit, Suhu 36 – 37,5 áµ’C),
tidak ada tanda – tanda cedera.
Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan Nyeri adalah
mengkaji keluhan nyeri klien dengan mencatat lokasi tempat nyeri, intensitas
nyeri dengan menentukan skala nyeri klien dan mencatat hal – hal yang dapat
meningkatkan rasa nyeri klien. Misalnya : apakah nyeri timbul disaat
beraktivitas ataukah karena hal lain. Selama 3 hari dirawat kondisi klien
mengalami perbaikan. Ditandai dengan skala nyeri yang semakin hari menjadi
turun. Mulai dari 4 – 5 pada tanggal 24 Maret 2013 dan skala 1 pada tanggal 26
Maret 2014. Tanda vital klien juga selalu dalam batas normal. Pada saat akan
pulang dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah
100/60 mmHg, Nadi 80 x /menit, Pernafasan 16 x/menit dan suhu 36,4
áµ’C. Tindakan selanjutnya adalah
memberikan posisi yang nyaman dengan tidak memposisikan klien dengan bertumpu
didaerah yang sakit. Misal dengan meninggikan posisi kaki, agar lebih relaks
dan tidak menambah beban di kaki. Namun, klien juga harus dianjurkan untuk
sering mengubah posisi agar tidak terjadi kelelahan dan kekakuan sendi, serta
untuk mengurangi gerakan pada sendi terutama saat melakukan gerakan. Tn. J lebih
nyaman dengan posisi miring pada saat tidur. Intervensi selanjutnya adalah membantu
klien untuk aktivitas jika diperlukan, untuk meningkatkan relaksasi ataupun
mengurangi ketegangan otot, dapat dilakukan masase atau pijat dengan tekanan
yang lembut pada daerah yang sakit. Selain itu menganjurkan klien untuk mandi
air hangat dan memberi kompres pada daerah yang nyeri untuk meningkatkan
relaksasi otot dan mobilitas serta rasa sakit dan melepaskan kekakuan sendi.
Selanjutnya adalah memberikan therapi analgetik sesuai jadwal dan dosis
yang telah ditentukan oleh tim medis. Untuk pemberian analgetik yang diberikan
adalah Paracetamol tablet 3 x 1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg (golongan
NSAIDs), Piroxicam capsul 1 x 20 mg (NSAIDs) dan therapi tramadol 100 mg
(Opioid) yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24 jam. Selain
itu, untuk mengatasi nyeri klien dikonsulkan ke bagian Fisioterapi untuk
dilakukan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) 1 x perhari.
Untuk masalah keperawatan Resiko cedera sehubungan dengan penurunan
fungsi tulang dilakukan intervensi sebagai berikut: mengendalikan lingkungan
dengan menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera
akibat jatuh ketika tidur, misalnya dengan memasang pagar tempat tidur,
memposisikan tempat tidur di posisi yang paling rendah, dan menggunakan
pencahayaan yang cukup pada malam hari. Memberikan kebebasan yang maksimal
kepada klien dalam beraktivitas dalam kondisi yang aman. Rasional dilakukan
tindakan ini adalah untuk mengurangi resiko cedera. Hal ini juga akan
memberikan pasien merasa diakui kemampuannya.
- PEMBAHASAN
Menurut Brunner & Suddarth (Vol.3, 2002), nyeri pada Osteoartritis
disebabkan oleh inflamasi sinovia, peregangan kapsula atau ligamentum sendi,
iritasi ujung-ujung syaraf dalam periosteum
akibat pertumbuhan osteofit, mikro fraktur trabekulum, hipertensi
intraoseus, bursitis, tendinitis (radang pada tendon) dan spasme otot. Pada
tahun 2010, Brunner dan Suddarth selain menjelaskan tentang hal diatas, juga
dijelaskan bahwa pada Osteoartritis secara makroskopik akan tampak irregularitas
pada permukaan tulang rawan yang dilanjutkan dengan ulserasi dan penurunan
kandungan glikosaminoglikan yang terdiri dari kondroitin sulfat, keratin sulfat
dan asam hialuronat terjadi fibrilasi atau irregularitas oleh karena
mikrofraktur pada permukaan rawan sendi yang memiliki serabut saraf C
berdiameter kecil tidak bermielin-nocireseptor. Nocireseptor ini mampu
melepaskan substansi P dan Calcitonin gene related peptide (CGRP) menstimulasi
respon nyeri dan inflamasi. Perasaan kaku sering dialami pada pagi hari atau
sesudah bangun tidur biasanya kekakuan ini berlangsung selama 30 menit dan akan
berkurang jika sendi-sendi tersebut digerakkan. Gangguan fungsi disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi
digerakkan dan keterbatasan gerak yang terjadi akibat perubahan struktur dalam
sendi. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa nyeri yang paling sering
dan menimbulkan ketidakmampuan fisik dibandingkan Osteoartritis pada bagian
sendi lainnya. Seperti yang dialami klien Tn. J nyeri yang timbul biasanya saat
melakukan pergerakan atau aktivitas. Namun, timbulnya tidak hanya pagi hari. Nyeri
akan berkurang jika klien istirahat dan minum obat.
Dalam penanganan nyeri klien intervensi tindakan yang dilakukan perawat
tidak dapat berdiri sendiri tanpa kolaborasi dengan tim medis. Salah satu
tindakan keperawatan untuk mengatasi nyeri adalah memberikan kompres hangat. Rasional
dari tindakan ini adalah untuk mendapatkan efek analgesik dan relaksasi otot
sehingga proses peradangan berkurang. (Lemone & Burke, 2001). Menurut
Junaidi (2006), pada Osteoartritis stadium subakut dan kronis dapat dilakukan
kompres hangat yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, menambah kelenturan
sendi, mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri sendi, melemaskan otot dan
melenturkan jaringan ikat. Berdasarkan konsep tersebut, Hadi Masyhurrosyidi
(2013) melakukan penelitian tentang pengaruh kompres hangat rebusan jahe
terhadap tingkat nyeri subakut dan kronis pada lansia dengan osteoarthritis
lutut di Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen Malang Jawa Timur. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat skala nyeri
sebelum dan sesudah pemberian kompres hangat rebusan jahe. Pada data pre dan
post treatment didapatkan penurunan skala nyeri dari berat ke sedang, sedang ke
rendah, dan tidak mengalami nyeri. Tindakan kompres hangat dapat diajarkan
kepada klien untuk perawatan nyeri di rumah.
Selain pemberian kompres hangat, juga diberikan terapi pijat didaerah
yang nyeri. Untuk tindakan pijat didaerah yang nyeri, juga dibahas pada jurnal Plos
One yang dipublikasikan pada tanggal 8 Februari 2012. Dalam jurnal tersebut
dibahas tentang sebuah penelitian tentang Terapi Pijat pada Osteoartritis yang
dinilai dengan menggunakan WOMAC Global Score, Visual Analog Pain Scale,
Range of Motion, dan lamanya klien berjalan sepanjang 50 kaki (15 meter).
Dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa untuk menghasilkan skala yang optimal
diperlukan tindakan massage yang tepat baik dosis, tempat dipijat, lama dipijat
dan juga jarak waktu dipijat. Agar optimal tindakan pijat dilakukan hanya satu
kali seminggu dan hanya 60 menit. Tindakan pijat ini dapat dilakukan oleh
perawat ataupun kolaborasi dengan petugas fisiotherapi. Tetapi jika klien
dirumah tindakan pijat dapat dilakukan oleh keluarga yang sebelumnya diajarkan
oleh perawat. Namun dalam penelitian tersebut tindakan terapi pijat dilakukan
oleh tenaga ahli terapi pijat.
Selain tindakan asuhan keperawatan dalam mengatasi nyeri pada klien
dengan Osteoartritis juga harus diberikan therapi farmakologi. Untuk therapi
farmakologi yang diberikan pada lansia yang menderita Osteoartritis adalah
terapi farmakologi dari golongan analgesik dan antiinflamasi seperti NSAIDs (Non
Steroid Anti Inflamatory Drugs) dan Disease Modifying Anti Rheumatoid
Drugs (DMARDs). (Brunner & Suddarth, 2010). Pemberian terapi tersebut
bertujuan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang terjadi, melindungi
sendi dan tulang dari proses kerusakan (Destruksi).
Selain itu, sesuai dengan Rekomendasi WHO untuk penatalaksanaan nyeri
yang terdapat dalam http://en.m.wikipedia.org/wiki/Pain_management bahwa untuk penanganan nyeri yang disebabkan karena Osteoartritis
adalah pemberian analgetik type Paracetamol dan NSAIDs. Namun, obat-obat tersebut memiliki efek
samping jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Jika diperhatikan, obat
yang dikonsumsi oleh Tn. J terlalu
banyak jenisnya. Klien mendapat
Paracetamol, Pirexin (Ibuprofen),
Piroxicam dan juga Tramadol. Seharusnya obat-obat tersebut dapat
diberikan secara bertahap sesuai dengan skala nyeri yang dikeluhkan klien.
Semakin banyak obat yang diberikan akan beresiko untuk menimbulkan ulkus di
saluran cerna, walaupun untuk pencegahannya klien sudah diberikan therapy Inazol
capsul 1 x 30 mg yang diberikan pada pagi hari. Obat Inazol ini berisi
Lansoprazol yang berguna untuk menghambat sekresi asam lambung. Diberikan pada
klien yang mengalami Ulkus Duodenum, Benigna Ulkus Gaster, dan Refluks
Esofagitis. Pemberian obat Inazol pada klien Tn. J sebenarnya masih belum tepat
karena obat ini seharusnya diberikan pada pagi hari sebelum makan, dan bukan
sesudah makan. Ini bertujuan agar tercapai efek penghambatan asam lambung yang
optimal serta kesembuhan yang cepat. Dosis terapi analgetik dan anti inflamasi
yang klien dapatkan adalah Paracetamol
tablet 3 x 1000 mg, Pirexin tablet 3 x 200 mg, Piroxicam capsul 1 x 20 mg dan
therapi tramadol 100 mg yang diberikan perdrip dalam infus Nacl 0,9% 500 ml/24
jam.
Untuk penggunaan therapy analgetik pada kasus Osteoartritis juga
dijelaskan oleh Kenneth D. Brant,MD, dalam Osteoarthritis Jurnal bahwa
setelah pemakaian NSAIDs yang sama selama lebih dari 12 bulan akan menimbulkan
masalah yang serius pada saluran cerna, seperti Ulcer, dan juga komplikasinya
seperti Perdarahan, Obstruksi, Perforasi sampai kematian. Pada lansia resiko
tersebut akan meningkat.
Bahkan dalam International Journal of Rheumatic Diseases 2012,
J-W Hur (Eulji University, College of Medicine, South Korea) menuliskan hasil
penelitiannya bahwa penatalaksanaan Osteoartritis pada pasien lansia yang
mengalami nyeri lebih efektif diberikan kombinasi Tramadol/Acetaminophen
daripada pemakaian NSAIDs. Efek samping yang timbul dari pemakaian
Tramadol/Acetaminophen pada lansia adalah mual/muntah (47,6%) dan konstipasi
(33,3 %) sedangkan pemakaian NSAIDs lebih sering menimbulkan nyeri epigastrik
dan heartburn. Sayangnya, dalam jurnal tersebut tidak disebutkan
persentasi dari kejadian epigastrik dan juga heartburn. Oleh karena itu,
pada pemberian NSAIDs harus disertai dengan pemberian anti Ulcer seperti
therapy Inazol.
Dalam jurnal yang sama namun penulis yang berbeda (A. Turcan, 2012),
juga dilaporkan tentang penelitian terhadap penderita Osteoartritis Lutut yang
dilakukan satu atau dua jenis therapi fisik, seperti: Infra merah, TENS, dan
Ultrasound. Untuk penilaiannya, dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan therapi
dengan menggunakan VAS untuk nyeri, Indeks fungsi WOMAC dan kemampuan flexi
serta ekstensi sendi pada masing-masing lutut. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara group yang diberikan satu
therapi fisik dengan group yang diberikan dua therapi fisik dalam satu hari. Dengan
demikian, pemberian therapi TENS pada Tn. J sudah sesuai sehingga tidak
diperlukan therapi fisik yang lain lagi.
Selain pemberian therapi farmakologi dan fisioterapi, untuk mengurangi
nyeri pada penderita Osteoarthritis dapat juga dilakukan pembatasan gerak klien
dengan menggunakan Knee Brace khususnya pada penderita Osteoartritis
Lutut. Tujuan diberikannya Knee Brace adalah untuk menghambat terjadinya
deformitas pada lutut. Dalam sebuah artikel tentang penelitian “Penggunaan Knee
Brace Menghambat Deformitas pada Osteoartritis” yang terdapat dalam jurnal Health
Quality volume 4 no. 1 tahun 2013 dikatakan bahwa dengan penggunaan Knee
Brace dapat menghambat terjadinya deformitas pada lutut dan dapat
mengurangi nyeri klien karena pergerakan sendi dan kontraksi otot dapat
dibatasi. Hasil penelitian tersebut adalah pada klien yang menggunakan Knee
Brace setelah dua bulan tidak terjadi perubahan derajat deformitas yang signifikan.
Hal ini kemungkinan karena penggunaan Knee Brace berfungsi memberikan
stabilisasi dinamis. Berbeda hasilnya pada klien yang tidak menggunakan Knee
Brace, terjadi perubahan yang signifikan untuk derajat deformitasnya.
Untuk mengatasi masalah keperawatan
Resiko Cedera, selain yang telah disebutkan pada paragraph sebelumnya,
penggunaan Knee Brace juga dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya cedera
karena dapat memberikan stabilisasi dinamis dan menghambat terjadinya deformitas
pada lutut ( khususnya pada penderita Osteoartritis Lutut ). Klien dengan
Osteoartritis Lutut beresiko cedera ataupun jatuh disebabkan karena hilangnya
kekuatan otot. Selain itu juga terjadi ketidakstabilan posisi yang dapat
mempengaruhi klien dalam menjaga keseimbangan tubuhnya. Saat melakukan
aktivitas sehari-hari dan ambulasi sangat dibutuhkan kestabilan posisi. Karena
jika tidak mampu menjaga kestabilan posisi tubuh akan mengakibatkan resiko
jatuh. Kekuatan otot pada penderita Osteoartritis dapat dilatih dengan melakukan
latihan fisik seperti yang telah dibahas sebelumnya. Perawat harus memotivasi
klien untuk tetap melakukan latihan fisik dan olahraga ringan karena ini akan
membantu klien untuk memaksimalkan kualitas hidupnya. Sebuah penelitian yang
dilakukan di Malaysia oleh Nafiseh Khalaj, dkk (dalam Jurnal Plos One, Volume 9
Issue 3, yang diterbitkan 18 Maret 2014) membuktikan bahwa pada klien yang
mengalami Osteoartritis Lutut Bilateral mulai dari stadium sedang sampai lanjut
mengalami gangguan keseimbangan dan sangat beresiko jatuh jika dibandingkan
dengan orang yang sehat ataupun menderita Osteoartritis namun masih dalam
stadium ringan. Pembuktian tersebut dilakukan dengan menggunakan Biodex
Stability System dan Test “Timed Up and Go”.
Pada saat
klien pulang (26 Maret 2014) klien hanya diberikan edukasi tentang jadwal kontrol
selanjutnya dan juga tentang cara minum obat. Sebagai seorang perawat seharusnya
juga menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan oleh klien selama
dirumah. Minimal, klien mampu merawat dirinya dan dapat menghindari terjadinya
komplikasi selama klien di rumah. Misalnya tentang diet, latihan fisik, jenis
olahraga yang dapat dilakukan serta pencegahan agar tidak terjadi cedera.
Tentang Diet dan Osteoatritis, dibahas di Osteoarthritis Health Center
bahwa jika memiliki Osteoartritis, harus mengkonsumsi diet yang seimbang.
Meskipun para ahli tidak menganjurkan makanan khusus untuk penderita
Osteoartritis, namun dengan memilih makanan yang sehat akan mendapatkan banyak
keuntungan, seperti untuk menurunkan berat badan, membangun tulang rawan yang
kuat, dan mengurangi peradangan. Enam tips yang harus tetap dijaga adalah
mengurangi intake ekstra kalori, mengkonsumsi banyak buah dan sayuran, menambah
konsumsi Omega 3, menggunakan minyak zaitun sebagai pengganti lemak yang lain
(mentega), konsumsi cukup vitamin C, dan hindari memasak dengan suhu tinggi.
Selain 6 tips yang telah disebutkan perlu juga diperhatikan jangan sampai
kekurangan konsumsi kalsium, vitamin D, vitamin K, vitamin B6, dan magnesium. Zat-zat
tersebut sangat dibutuhkan untuk penderita Osteoartritis. Namun bagi penderita
yang kelebihan berat badan selain konsultasi dengan ahli gizi juga dianjurkan
konsultasi dengan ahli fisiotherapi untuk melakukan latihan – latihan fisik
yang dapat menurunkan berat badan klien.
Klien Tn. J yang memiliki Tinggi badan 170 cm, Berat badan
60 kg, dan IMT 20,76 termasuk dalam kriteria normal. Sehingga klien hanya
membutuhkan latihan fisik dan olahraga yang bertujuan untuk memperkuat tulang
dan otot klien serta melakukan olahraga ringan untuk mencegah gejala-gejala
yang timbul dari Osteoarthritis. Dalam sebuah artikel yang terdapat dalam
sebuah jurnal (Journal of Aging Research, volume 2011, tahun 2011) dijelaskan
bahwa akibat dari kelemahan dan ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan
terjadinya Osteoartritis. Sehingga perlu dilakukan aktivitas fisik dan olahraga
yang teratur. Fokus latihan adalah untuk memperkuat otot dan latihan peregangan
atau aktivitas aerobic. Banyak
penelitian yang sudah dilakukan untuk menentukan type latihan yang tepat untuk
mengatasi dan juga mencegah terjadinya Osteoartritis. Penulis (Victor Valderrabano dan Christina
Steigerb) artikel tersebut membuat kesimpulan bahwa olahraga air hanya memberi
keuntungan diawal saja dan pada orang gemuk latihan aerobic serta latihan untuk
menguatkan otot memiliki efek yang terus menerus selama latihan tersebut tetap
dilakukan dan akan hilang jika dihentikan. Penulis meyakinkan bahwa diperlukan
langkah-langkah tambahan yang dapat membantu memotivasi klien untuk tetap
berolahraga, seperti: jadwal latihan, latihan kelompok, dan juga sesi instruksi
dengan ahli fisioterapi. Dalam artikel lain yang ditulis oleh Rachmah Laksmi
Ambardini, jenis latihan dan olahraga yang dianjurkan untuk penderita Osteoartritis
dicontohkan lebih jelas. Manfaat langsung yang dirasakan klien setelah latihan
adalah mobilitas sendi meningkat, dan otot menjadi lebih kuat dalam menyokong
dan melindungi sendi selain itu juga dapat mengurangi nyeri dan kaku sendi. Sedangkan
manfaat tidak langsung adalah dapat memperbaiki kesehatan pasien secara
menyeluruh. Untuk memperbaiki mobilitas sendi dapat dilakukan latihan
peregangan dan latihan untuk meningkatkan range of motion (ROM) baik
aktif ataupun pasif. Untuk memperkuat otot sekitar sendi yang sakit, melindungi
dan menstabilkan sendi, memperbaiki kemampuan sendi dan mengurangi tekanan yang
dapat mempercepat degenerasi kartilago dapat dilakukan latihan ketahanan (Resistance
training). Namun, ternyata dalam pemberian program latihan untuk penderita
Osteoartritis juga terdapat kontraindikasi. Kontraindikasinya dibagi dua, yaitu
Kontraindikasi Absolut, seperti: penderita yang mempunyai aritmia tidak
terkontrol, blok jantung derajat 3, angina tidak stabil, Infark Miokard Akut,
dan Gagal jantung Kongestif Akut. Kontraindikasi yang lain adalah
Kontraindikasi Relatif, seperti: Kardiomiopati, penyakit gangguan katup
jantung, hipertensi tidak terkontrol, dan penyakit metabolic yang tidak
terkontrol (American Geriatric Society). Contoh-contoh latihan yang telah
disebutkan diatas dapat diajarkan kepada Tn. J, karena klien saat ini tidak memiliki kontraindikasi
untuk melakukannya. Namun, karena klien memiliki riwayat Hipertensi perawat
harus mengingatkan klien untuk rajin kontrol agar tidak terjadi komplikasi
ataupun dalam kondisi hipertensi yang tidak terkontrol.
- KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kasus dan beberapa data serta informasi yang telah disampaikan
diatas dapat disimpulkan bahwa Osteoartritis Lutut harus ditangani dengan tepat
dan diberikan penanganan dari multi disiplin ilmu mulai dari keperawatan, medis,
ahli Gizi dan juga ahli Fisiotherapi. Kesemuanya diberikan dengan tujuan untuk
memaksimalkan kualitas hidup klien. Sehigga klien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dan tidak mengalami komplikasi yang buruk yang dapat membahayakan
kondisi klien.
Disarankan kepada klien agar klien
melakukan pemeriksaan fisik secara teratur baik untuk penyakit saat ini ataupun
yang berhubungan dengan penyakit penyerta yang diderita klien seperti DM,
Hipertensi dan CAD. Karena penyakit – penyakit tersebut dapat mempengaruhi
kondisi klien dan dapat menimbulkan komplikasi.
Sedangkan saran untuk perawat adalah seorang Perawat harus mampu
mengenal masalah klien dengan tepat dengan melakukan pengkajian yang tepat pula.
Sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat sesuai dengan masalah klien
dan tidak menimbulkan masalah baru pada klien. Sebaiknya perawat selalu
meningkatkan pengetahuan tidak hanya formal namun juga informal, seperti dengan
membaca jurnal-jurnal terbaru tentang asuhan keperawatan sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan terkini yang dapat membantu klien dalam mengatasi
masalah keperawatannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambardini,R,L. Peran Latihan Fisik
dalam Manajemen terpadu Osteoartritis. (On-Line). http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132256204/Latihan%20Fisik-Manajemen%20Osteoartritis.pdf
Diunduh tanggal 20 Mei 2014
Brashers, V.L. (2008). Aplikasi
Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta : EGC. (On-Line). http://books.google.co.id/books?id=tMx_MNQTP90C&pg=PA351&lpg=PA351&dq=patofisiologi+terjadinya+osteoartritis&source=bl&ots=X1nfAHFtKj&sig=H1JU6fKxKWmhHZBjgAm_UGJ7plE&hl=en&sa=X&ei=Sm18U4WEOMuKuASQkYDQCQ&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%20terjadinya%20osteoartritis&f=false Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Brosseau,L. (2014). A Systemic
Critical Appraisal for Non-Pharmacological Management of Osteoarthritis using
the Appraisal of Guidelines Research and Evaluation II Instrument. Journal Plos
One, January 2014, Vol.9, Isuue 1, e82986. (On-Line). www.plosone.org
Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Brandt,K,D. Etiology and
Management of Osteoarthritis. (On-Line). http://www.google.com/url?q=http://www.tmj.org/site/pdf/journals/tmj-journal-2-summary.pdf&sa=U&ei=jQd9U6P_BoqLuASg2oLoCw&ved=)CC4QFjAA&sig2=gM4Eeo7j2BpDaxslZ3ldJA&usg=AFQjCNHQbM-_4KCOH9Bm1yWyLThbqSHfmg
Dugdale,D,C. (2013). Osteoarthritis.
(On-Line). http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&prev=/search%3Fq%3Dprognosis%2Bosteoarthritis%26sa%3DX%26hl%3Did%26biw%3D614%26bih%3D580&rurl=translate.google.co.id&sl=en&u=http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000423.htm&usg=ALkJrhgpTce7VV_BDmVkVWus1OTO7tVVbQ
Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Hamid, F. (2011). Osteoarthritis –
Nyeri Sendi. (On-Line). http://fadilahhamid.blogspot.com/2011/06/osteoarthritis-nyeri-sendi.html. Diunduh tanggal 2 Mei 2014
International Journal of
Rheumatic Diseases 2012; 15 (Suppl.1): 93 – 97.
Osteoarthritis. (On-Line). http://www.google.com/url?q=http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1756-185x.2012.01791.x/abstract&sa=U&ei=wwp9U6adM8r4Qeo7oCgBg&ved=0CCwQFjAB&sig2=HS34HR75QQ79cVINvq1sRQ&usg=AFQjCNGF9F0c0Arct1NKzXAK7JnEZ11vrA Diunduh tanggal 2 Mei 2014
Karma,A.(2013). Penggunaan Knee
Brace Menghambat Deformitas pada Osteoartritis. Journal Health Quality, Vol.
4,No.1, Nopember 2013, Hal 1 – 76. (On-Line). http://www.google.com/url?q=http://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/86Jurnal_Agusni_K.pdf&sa=U&ei=hw19U7eYDYprQep34HQDA&ved=OCCQQFjAB&sig2=PCq1F-81gynwOT6kjAXGxw&usg=AFQjCNG1VrvZQ_YG7EcgSLV-ID_UxbKKeg Diunduh tanggal 1 Mei 2014
Keurentjes,C. (2013). Patients
with Severe Radiographic Osteoarthritis Have a Better Prognosis in Physical
Functioning after Hip and Knee Replacement: a Cohort Study. Journal Plos One,
April 2013, Vol.8, Issue 4, e59500. (On-Line). www.plosone.org Diunduh tanggal 11 April 2014
Khalaj,N. (2014). Balance and Risk
of Fall in Individuals with Bilateral Mild and Moderate Knee Osteoarthritis.
Journal Plos One,March 2014, Vol.9, (3):e92270. (On-Line). www.plosone.org Diunduh tanggal 11 April 2014
Masyhurrosyidi,H. (2013). Pengaruh
Kompres Hangat Rebusan Jahe terhadap Tingkat Nyeri Subakut dan Kronis pada
Lanjut Usia dengan Osteoarthritis Lutut di Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen
Malang Jawa Timur. (On-Line). www.academia.edu/6699750/PENGARUH_KOMPRES_HANGAT_REBUSAN_JAHE_TERHADAP_TINGKAT_NYERI_SUBAKUT_DAN_KRONIS_PADA_LANJUT_USIA_DENGAN_OSTEOARTHRITIS_LUTUT_DI_PUSKESMAS_ARJUNA_KECAMATAN_KLOJEN_MALANG_JAWA_TIMUR&sa=U&ei=pseqrJ-KeBGLznR3bH_oCg&usg=AFQjCNF1lyKEwwxwD-lfb6Sn8E7vd3Gw8Q Diunduh tanggal 11 April 2014
Miller,M,J. (2005). Journal of
Inflammation 2005, 2:11. (On-Line). http://www.jornal-inlammation.com/content/2/1/11 Diunduh tanggal 11 April 2014
Perlman,A. (2012). Massage Therapy
for Osteoarthritis of the Knee: A Randomized Dose – Finding Trial. Journal Plos
One, Feb,2012, vol.7 (2):e30248. (On-Line) www.plosone.org
Diunduh tanggal 11 April 2014
Riset Kesehatan Dasar :
RISKESDAS 2013. (On-Line). http://depkes.go.iddownloadriskesdas2013Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.AdobeReader Diunduh tanggal 11 April 2014
Rosemann,T. (2007). Journal of
Orthopaedy Surgery and Research. 2007, 2:12. (On – Line). http://www.josr-online.com/content/2/1/12 Diunduh tanggal 11 April 2014
Valderrabano,V. (2011). Treatment
and Prevention of Osteoarthritis through Exercise and Sport. SAGE-Hindawi
Access to Research Journal of Aging Research, Vol.2011,Article ID 374653, 6
pages. (On-Line). http://www.google.com/url?http://www.hindawi.com/journals/jar/ Diunduh tanggal 11 April 2014
Terimakasih untuk artikel yang sangat bermanfaat ini, semoga saya mendapatkan informasi yang jelas atas penyakit yang saya alami saat ini sampai kepada tahap penyembuhan selanjutnya.
BalasHapusSama2.....Semoga selalu sehat, ya pak
Hapus