DUTA BUKU "MEROKOK = EGOIS"

Merokok  =  Egois

          Pada sebagian orang , merokok adalah hal yang biasa. Namun untuk yang tidak merokok berada dekat orang yang sedang merokok sangatlah tidak nyaman.  Alasannyapun beragam. Karena bau asap, sesak, tidak nyaman, dan lain sebagainya. Alasan orang merokokpun beragam. Mulai dari iseng, mulut pahit sampai karena ikutan teman.
        Untuk menjaga hak seluruh masyarakat dan untuk mencegah pencemaran udara dibuat peraturan daerah tentang Merokok di fasilitas ataupun area umum.  Bagi yang melanggar akan dikenakan denda maksimal sebesar Rp. 50.000.000,- atau kurungan penjara maksimal 6 bulan.
Saat ini bagi para perokok disediakan tempat khusus untuk merokok disetiap sudut dari fasilitas umum seperti di stasiun kereta, terminal, puskesmas rumah sakit dan fasilitas umum lainnya.
Namun untuk kepatuhannya, masih ada yang tidak melaksanakan peraturan tersebut. Perokok masih ada yang merokok di lingkungan fasilitas umum. Misal ditangga darurat suatu gedung, ruangan tertutup dalam sebuah gedung dan lain sebagainya. Sehingga masih ada yang merasa terganggu akan hal ini.
            Sebagai individu yang tidak merokok, terkadang akan sangat terganggu jika harus naik ojek dan drivernya mengendarai motor sambil merokok. Dengan alasan mengantuk, driver mengendarai motor sambil merokok. Tetapi sebagai konsumen, seharusnya lebih dihargai haknya  yang juga butuh udara segar. Dalam kesehatan, yang disebut sebagai perokok pasif adalah setiap orang yang berada dilingkungan perokok. Tanpa disadari, perokok pasif juga menghisap asap rokok bahkan lebih banyak racunnya karena zat yang dihirup perokok pasif adalah zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh perokok. Terlepas dari itu semua, tetao saja perokok hanya lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan orang lain. Ini sebabnya sering disebut orang yang paling egois adalah perokok.
      Sering sekali perokok tidak memperhatikan kepentingan sekitarnya. Para supir angkot contohnya. Jika merokok pada saat mengendarai angkot tidak pernah memperhatikan siapa penumpangnya.  Apakah anak-anak, ibu hamil, ataupun orang tua tetap saja tidak peduli. Seandainya ditegur penumpang, jawabannya hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan penumpangnya. Inilah egoisnya. Dan yang paling mengesalkan, dia sebut itu sebagai hak azasinya sebagai manusia, dan tidak perduli bahwa kami penumpangnya juga punya hak untuk menhirup udara sehat dan segar
            Saat ini ada lagi peraturan yang dikeluarkan dan berhubungan dengan perokok. Bahwa bagi para pengendara motor yang merokok dapat ditilang dan didenda Rp. 750.000,-. Semoga saja peraturan ini dapat mengurangi keegoisannya untuk tetap merokok sambil mengendarai motor.
Pernah satu kali saya melihat dijalan raya pengendara motor yang membawa 3 anak, dimana 1 duduk didepan, dan 2 dibelakang. Dan dengan enaknya, dia tetap merokok sambil berkendara tanpa memperhatikan kesehatan tiga anak yang dibawanya. Alangkah sedihnya melihat situasi ini. Namun, sebagai  masyarakat hanya mampu mengingatkan jika bertemu perokok-perokok yang nakal dan tetap melanggar peraturan. Namun, sudahkanh pemerintah menjalankan peraturan yang telah dibuatnya? Menurut saya, jika masih ada perokok yang melanggar peraturan, ada dua kemungkinan apakah perokoknya yang memang sudah semakin egois ataukah pemerintahnya yang tidak mau menjalankan peraturannya tersebut.  Sesungguhnya, sebagus dan sebanyak apapun peraturan dibuat namun jika tidak disiplin dalam menjalankan akan menjadi percuma.
           Keegoisan lain dari perokok adalah, dia rela tidak makan hanya untuk membeli sebungkus rokok. Dengan kata lain, jelas sekali bahwa perokok akan tetap egois dengan pendapatnya dan tetap tidak akan memperdulikan orang-orang disekitarnya. Karena, untuk kebutuhan kesehatan dirinya saja sudah tidak peduli. Jangankan dengan kondisi penyakit yang parah yang sering diiklankan tentang bahaya merokok seperti kanker mulut, kanker paru, impotensi dan lain sebagainya. Bahkan untuk mencukupi rasa kenyangnya saja masih diabaikan. Lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Suatu keegoisan yang sebenarnya sangat parah. Entah hal apa yang membuat kondisi menjadi seperti ini. Apakah sudah makin meningkat jumlah orang yang stress? Sehingga semakin membutuhkan zat nikotin dalam tubuhnya? Karena dalam kasus kejiwaan, pasien penderita sakit jiwa akan tenang jika diberi rokok karena kandungan nikotin yang terdapat didalamnya. Apakah para perokok ini dapat digolongkan menjadi penderita sakit jiwa? Terutama yang perokok berat yang dapat menghabiskan berbungkus – bungkus rokok perhari.
              Semoga kondisi ini menjadi lebih baik. Sehingga makin banyak udara segar yang dapat kita hirup dan tidak ada lagi perang mulut hanya karena saling ingin dihargai hak azasinya dank arena keegoisan yang sebenarnya bisa ditanggulangi…

Bogor, 30 Juni 2019
@vsp_77@





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nutrisi pada ibu post partum

STUDI KASUS ASKEP OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL

Kanker Payudara