SHOCK

A.     Critical Thinking Question
1.      Tn. Brown mengalami Shock Hypovolemik.
Manifestasi klinik yang tampak:
a.       Data Subyektif:
-          Klien mengatakan bahwa dia tidak dapat bernafas dan mengeluh nyeri abdomen
b.      Data Obyektif:
-          Hasil pemeriksaan fisik :
Tekanan darah 84/70 mmHg, denyut apikal 120x/menit, denyut nadi radial dan brachial tidak teraba, denyut nadi karotis ada tapi lemah.
Pernafasan 35x/menit, sesak nafas dengan distress pernafasan berat, pergerakan dinding dada tidak simetris, pada bagian kiri tidak terdengar suara nafas.
Pada abdomen tampak distensi dan nyeri tekan.
-          Pemeriksaan Diagnostik:
Hasil chest x ray : hemopneumothorax dan fraktur iga di sebelah kiri
Hematokrit : 28 %
-          Perawatan kolaborasi:
Pada saat di IGD, Tn. Brown dipasang WSD. Produksi cairannya adalah darah berwarna merah terang yang disebabkan karena robekan arteri thorasic
2.      Yang menyebabkan Tn. Brown mengalami shock adalah karena adanya perdarahan yang masif di daerah thorax.
Penyebab lain yang dapat menyebabkan shock Hypovolemik adalah:
a.       Perdarahan pada gastrointestinal
b.      Obstruksi usus
c.       Peritonitis
d.      Pankreatitis akut
e.       Ascites
f.       Dehidrasi yang disebabkan karena diare yang parah, muntah hebat, diuresis yang berlebihan, ataupun karena tidak adekuatnya intake cairan seseorang.
3.      Yang pertama kali perawat lakukan pada Tn. Brown adalah:
a.       Pertahankan jalan nafas pasien dan juga pertahankan sirkulasi. Jika perlu, berikan ventilator tambahan. Monitor saturasi oksigen dan analisa gas darah untuk mengetahui apakah ada tanda hypoxemia.
b.      Posisikan klien semi fowler jika memungkinkan untuk memaksimalkan ekspansi paru.
c.       Jaga klien agar tetap tenang dan nyaman
d.      Atasi perdarahan yang ada, dengan melakukan kolaborasi dengan tim medis untuk melakukan pembedahan.
e.       Pasang infus untuk memberikan resusitasi cairan (pemasangan cateter intravaskular). Pada awal penanganan biasanya diberikan cairan RL. Karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolaritasnya. Jika golongan darah klien belum diketahui atau belum ada, klien dapat diberikan albumin ataupun plasma yang lain untuk menambah volume cairan.
f.       Berikan transfusi darah sesuai golongan darah klien
g.       Pasang kateter urine untuk memantau output klien
h.      Monitor tanda-tanda vital, status neurologi, dan juga irama jantung secara teratur untuk mengetahui jika ada perubahan irama jantung ataupun terjadi iskemi.
i.        Observasi warna kulit klien dan cek capilar refill
j.        Berikan therapi pengobatan yang berfungsi untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi ginjal sesuai instruksi dokter.
4.      Pengkajian lanjutan yang dilakukan pada klien ini adalah:
a.       Monitor tanda-tanda vital, status neurologi dan irama jantung
b.      Observasi warna kulit, dan cek kapiler refill
c.       Monitor hemodinamik termasuk tekanan vena sentral, cardiac output dan PAWP (Pulmonary Arterial Wedge Pressure) setiap 15 menit untuk mengevaluasi status pasien dan respon terhadap pengobatan.
d.      Monitor intake dan output.  Kaji pengeluaran urine tiap jam dan juga produksi cairan WSD.
e.       Monitor kadar HB dan juga Ht untuk mengevaluasi efek pengobatan dan juga kemungkinan masih adanya perdarahan
f.       Monitor tanda-tanda dehidrasi ataupun tanda-tanda terjadinya overload sebagai efek dari therapi.
g.       Perhatikan tanda-tanda coagulopathy (ptichae, bruising, hematom)
5.      Diagnosa keperawatan yang timbul:
a.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan
b.      Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru




B.     NURSING RESEARCH


1.      Kemampuan pasien untuk memahami yang dikatakan dan terjadi yang memperburuk keadaan shock
Kondisi shock akan bertambah buruk jika tekanan darah pasien semakin turun dan sebab shock tidak diketahui. Sehingga, perawat harus mampu melakukan pengkajian yang cepat dan tepat sehingga tindakan yang dilakukan tepat dan cepat juga. Perawat juga harus memberikan dukungan emosional pada klien agar klien dapat tenang dan nyaman selama diberikan tindakan.
2.      Bandingkan status kognitif pasien pada status shock berbeda
a.       Shock ringan: Jika kehilangan cairan hanya minimal (kehilangan cairan intravaskular 10 – 15%) pasien tampak cemas, lethargi.
b.      Shock sedang: Kehilangan cairan sedang (kehilangan cairan intravaskular kira-kira 25%) klien tampak bingung, sensitif dan gelisah.
c.       Shock berat: Kehilangan cairan berat/parah ( kehilangan cairan intravaskular kira-kira 40% atau lebih) kesadaran klien sudah mulai menurun dan terganggu.
3.      Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk menghemat dan mengurangi pemakaian oksigen pada pasien dengan shock: pertahankan atau jaga klien setenang dan senyaman mungkin untuk mengurang pemakaian oksigen.
4.      Posisi pasien yang dapat meningkatkan status oksigenisasi dan sirkulasi adalah semi fowler. Karena pada posisi tersebut, ekspansi paru klien akan maksimal.
5.      Bandingkan keakuratan monitoring perubahan tekanan darah dalam kondisi shock dengan menggunakan alat yang invasif dan yang tidak.
Untuk keakuratan, sama-sama akuratnya baik alat monitoring yang invasif ataupun yang tidak. Jika alat yang dipasang tepat, akan menunjukkan monitoring yang tepat pula. Tetapi jika penempatannya salah atau kurang tepat akan mempengaruhi hasil yang keluar. Perbedaannya adalah pada proses pemasangan dan juga resiko yang timbul pada saat pemasangan. Pada alat monitoring hemodinamik yang non invasif (misal:impedance cardiography) pasien terhindar dari resiko infeksi, perdarahan, pneumothoraks, emboli dan aritmia. Ini sangat berbeda sekali dengan alat yang invasif.





SEPSIS

1.      Faktor  resiko terjadinya sepsis pada Tn. Michael adalah karena Tn. Michael:
a.       Terpasang alat invasif berupa  Indweling urinary catheter selama 5 hari.
b.      Usia 81 tahun
c.       Mempunyai penyakit kronis: DM type 1, ca Prostat dan CHF
2.      Tindakan yang seharusnya dapat dilakukan oleh perawat agar kejadian itu tidak terjadi:
a.       Melakukan perawatan catheter dengan cara melakukan penis hygiene minimal setiap shift dan setelah klien BAB.
b.      Mengobservasi produksi urine : jumlah, warna, komposisi (ada endapan/tidak), lancar/tidaknya aliran urine.
c.       Mengobservasi intake dan output
3.      Patofisiologi yang berhubungan dengan sepsis
Bakteri gram negatif (70%), gram positif, virus ataupun jamur (30%) masuk kedalam peredaran darah. Pada saat bakteri mengeluarkan endotoksin sistem imun berespon , yaitu makrofag mengeluarkan interleukin dan TNF (tumor necrosis factor). Dengan adanya aktifitas sistem imun mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan resistensi pembuluh darah sistemik, microemboli, dan peningkatan cardiac output. Endotoksin juga menstimulasi pengeluaran histamin yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler. Tanda gejala yang ditimbulkan tergantung pada kondisi pasien berada pada fase yang mana (warm atau cold).
4.      Mekanisme terjadinya hipotensi pada pasien dengan sepsis:
Tumor Necrosis Factor (TNF) bertanggung jawab atas terjadinya peningkatan pengeluaran PAF (platelet-activating Factor). Faktor-faktor tersebut menurunkan fungsi myocardial. Dengan terjadinya penurunan fungsi myocardial, kerja tonus pembuluh darah juga menurun, sehingga terjadi penurunan tekanan darah dan juga penurunan cardiac output.
5.      Alasan fisiologis terjadinya kondisi berikut adalah:
a.       Penurunan status mental/kesadaran terjadi jika suplai oksigen dan juga darah ke otak tidak cukup sehingga otak mengalami hypoxia.
b.      Kulit hangat, kering dan memerah
Ini terjadi karena proses vasodilatasi
c.       Takikardia merupakan salah satu  tanda terjadinya peningkatan cardiac output
d.      Takipnea
Endotoksin mempengaruhi paru-paru. Proses pertama yang terjadi adalah bronkhokonstriksi. Sehingga terjadi hipertensi pulmonal dan terjadi peningkatan kerja pernafasan (Takipnea).
e.       Demam adalah sebagai tanda terjadinya proses inflamasi dan proses infeksi dalam tubuh
f.       Penurunan SVR
Disebabkan karena proses respon imun terhadap terjadinya bakterimia yang menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga voleme intravaskuler yang menembus membran berkurang sehingga mengurangi volume sirkulasi yang efektif
g.       Peningkatan Cardiac output
Terjadi sebagai usaha tubuh untuk mempertahankan perfusi jaringan. Ini disebabkan karena terjadi penurunan SVR dan berkurangnya volume intravaskular.
h.      Oliguria
Kondisi ini terjadi jika intake cairan yang diberikan tidak adekuat.  
i.        Hyperglikemia
Kondisi ini sering ditemui pada awal shock karena terjadi peningkatan glukogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi pengambilan glukosa kedalam sel.  
6.      Tn. Michael dipasang catheter artery pulmonar untuk:
a.       Mengkaji fungsi kardiovaskuler  (Mengukur curah jantung).
b.      Mengkaji keadaan pulmonal dan respon terhadap pengobatan.
c.       Mengevaluasi saturasi oksigen, dan hasil analisa gas darah.
d.      Mengevaluasi respon hemodinamik terhadap terapi cairan dan pengobatan yang diberikan (mengukur tekanan vena sentral, tekanan atrium kanan, tekanan arteri pulmonal dan pulmonary artery wedge pressure)
e.       Memonitoring kemungkinan terjadinya shock dan Multiple Organ Dysfunction Syndrome.
7.      Analisa dari hasil AGD Tn. Michael adalah sebagai berikut :
Tn. Michael mengalami Acidemia metabolik terkompensasi sebagian, dan mengalami hypoxia sedang (PO2 60 mmHg &SaO2 82% ).
8.      Perubahan tekanan hemodinamik yang diharapkan terjadi pada Tn. Michael adalah:
a.       Vital signs kembali normal : tekanan darah meningkat (> 100/70 mmHg), nadi 80 – 100 x/menit), suhu 36-37,5ᵒC.
b.      Cardiac output menjadi turun
c.       Irama jantung menjadi teratur (irama sinus/ sinus rytme)
d.      Tekanan arteri pulmonal harus stabil (tekanan sistolik berkisar antara 20-30 mmHg) jangan sampai terjadi peningkatan, karena ini berarti terjadi overload cairan.
e.       Tekanan normal rata-rata pada tekanan vena sentral atau tekanan atrium kanan berkisar antara 1 – 6 mmHg.
f.       Tekanan sistole normal pada tekanan ventrikel kanan berkisar antara 20 -30 mmHg sedangkan tekanan diastole normal berkisar antara 0 – 5 mmHg.
g.       Pada Pulmonary artery wedge pressure, tekanan rata- rata normal berkisar antara 6 – 12 mmHg.

9.      Rasional diberikannya therapi cairan dan penggunaan Dopamin pada Tn. Michael adalah:
a.       Therapy cairan diberikan untuk meningkatkan tekanan darah dan memenuhi kebutuhan cairannya.
b.      Penggunaan dopamin pada Tn. Michael adalah untuk mengatasi hypotensi, ketidakseimbangan hemodinamik, shock dan untuk meningkatkan cardiac output.
10.  Berdasarkan data yang ada, dapat ditentukan diagnosa keperawatan:  
a.       Gangguan pertukaran gas
b.      Perubahan perfusi jaringan
Masalah kolaborasi: Sepsis, penurunan cardiac output

Fungsi Therapi:

1.      Digoxin
Mekanisme kerja Digoxin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoxin terhadap aktifitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
Digoxin diindikasikan pada penderita CHF, fibrilasi atrium, takikardia atrium proksimal dan flutter atrium.
2.      Hydrochlorothiazide (HydroDiuril)
Hydrochlorothiazide adalah diuretik yang membantu ginjal mencegah penyerapan garam berlebih dan cairan yang tidak diinginkan dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urine. Obat ini digunakan untuk mengurangi edema yang disebabkan pada Congestive Heart Failure, Sirosis Hati, Gagal Ginjal Kronik, pengobatan kortikosteroid, sindrom nephrotik serta hipertensi.
3.      Isosorbide (Isordil)
Berfungsi untuk pengobatan dan pencegahan terjadinya serangan angina pektoris.
4.      Insulin
Pemberian insulin pada Tn. Michael karena Tn. Michael menderita DM tipe 1. Therapi insulin dibutuhkan karena pada DM tipe 1 sel β kelenjar pankreas tidak memproduksi insulin.






DAFTAR PUSTAKA


Andrean,. & Dhedy. (2007). Hydrochlorothiazide. (On-Line)
            Diunduh tanggal 6 September 2013.
Carpenito.L.J. (2008). Handbook of Nursing Diagnosis, ed. 12th. USA: Wolter kluwer Health. Lippincott Williams & Wilkins
Diunduh tanggal 7 September 2013

Hendri.(2012). Laporan Pendahuluan Syok Septik. (On-line). http://perawatmasadepanku.blogspot.com/2012/08/laporan-pendahuluan-syok-septik.html Diakses tanggal 7 September 2013

            Diunduh tanggal 6 September 2013.
Insulin. (On-line).http://apotiktambakrejo.com/search.php?keyword=insulin. Diunduh tanggal 7 September 2013
Isosorbide. (On-line).http://apotiktambakrejo.com/search.php?keyword=isosorbide Diunduh tanggal 7 September 2013
            Diunduh tanggal 6 September 2013.
Lasantha. (2012). Indikasi Penderita Diabetes yang memerlukan Insulin. (On-Line). http://stopdiabetnow.blogspot.com/2012/09/indikasi-penderita-diabetes-yang.html.
Diunduh tanggal 6 September 2013.
Manacci.C. (2012). Critical Care Nursing made Incredibly Easy!, ed. 3th. USA: Wolter Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer.S.C.,& Bare.B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddath, vol. 3. Jakarta: EGC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nutrisi pada ibu post partum

DUTA BUKU "MEROKOK = EGOIS"

STUDI KASUS ASKEP OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL