BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Balita merupakan generasi penerus bangsa yang perlu diperhatikan, masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (Golden Periode) atau jendela kesempatan (window of opportunity) atau masa kritis (critical periode). Pada masa ini, balita seharusnya mendapatkan perhatian khusus dan serius dengan mendapatkan gizi yang memadai, pola asuh yang efektif serta menerapkan komunikasi yang efektif, mengeliminasi faktor lingkungan yang dapat mengganggu terhadap tumbuh kembang anak. (pedoman tumbuh kembang balita, Depkes RI, 2005). Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik, sangat dibutuhkan peran orangtua, khususnya ibu. Namun, akan efektifkah jika peran tersebut digantikan oleh orang lain?
Sering timbul pertanyaan “Siapakah yang paling baik mengasuh dan merawat  anaknya?”  jawabannya adalah ibunya. Tetapi, pada zaman sekarang banyak ibu yang tidak dapat mengasuh dan merawat anaknya sepanjang waktu. Mereka sering dibantu oleh ibu, ibu mertua, dan juga pengasuh yang dibayar untuk menjaga dan merawat anak balita mereka disaat mereka  bekerja di kantor. Ada juga diantara mereka yang menitipkan balita mereka di Tempat Penitipan Anak. Tetapi, apakah yang dilakukan ibu bekerja tersebut efektif terhadap pertumbuhan dan perkembangan balitanya? Khususnya, bagi para orangtua yang memiliki anak balita usia toddler (usia 2 – 3 tahun). Anak pada masa toddler masih butuh banyak bantuan, perhatian, bimbingan dan pengawasan dari orang dewasa. Menurut Byron (2008), anak usia 2 – 3 tahun sangat membutuhkan orang dewasa, khususnya pengasuh anak, untuk mendampingi aktivitasnya. Anak juga memerlukan stimulasi untuk mengembangkan aspek fisik, kognitif dan sosialnya. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa bagi ibu yang bekerja tumbuh kembang anak diawal kehidupannya sangat mengandalkan pengasuh. Bagaimana dengan anak Prasekolah? Anak prasekolahpun (usia 3-6 tahun) masih membutuhkan orangtuanya untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangannya. Pada usia prasekolah, pola asuh sangat mempengaruhi perkembangan. Hal yang paling utama dalam proses perkembangan sosial adalah keluarga yaitu orangtua dan saudara kandung. Anak sebagai bagian dari anggota keluarga, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan yang merawat dan mengasuhnya (Wahini, 2002). Pola asuh orangtua yang efektif sangat membantu anak mencapai dan melewati pertumbuhan dan perkembangan sesuai tingkatan usianya dengan normal. Dengan mengetahui tumbuh kembang anak yang normal pada tahapan usianya, diharapkan orangtua dapat menstimulasi anaknya untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan anaknya lebih maksimal sehingga kedepannya akan menghasilkan penerus generasi yang lebih baik.
Namun, bagaimana dengan pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah yang mendapatkan pola asuh selain dari ibunya? Apakah pola asuh yang mereka dapatkan di Tempat Penitipan Anak berbeda dengan yang mereka dapatkan dari pengasuh di rumah saat ibu mereka bekerja? Dan apakah pola asuh yang mereka dapatkan, berpengaruh terhadap tumbuh kembang mereka? 
Di Inggris, pada tahun 2009 dua dari tiga balita memiliki ibu yang bekerja. Menurut survey yang dilakukan oleh Institute of Child Health terhadap 12.000 balita di Inggris ditemukan bahwa anak-anak dengan ibu yang bekerja full time lebih sedikit makan buah dan sayuran. Sementara,  untuk menunjang pertumbuhannya, anak-anak sangat membutuhkan konsumsi buah dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan vitamin c dan juga kebutuhan mineral.
Kondisi tersebut sangat berbeda dengan kondisi di Jepang, dimana para ibu rela meninggalkan pekerjaannya demi mengasuh dan merawat balitanya. Di Jepang, biaya untuk membayar seorang caregiver sangat mahal sehingga yang mengasuh dan merawat balita adalah ibunya. Kondisi ini sama dengan yang terjadi di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Pada tahun 2011, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi DKI Jakarta telah memberitahukan bahwa terdapat data yang menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan prosentasi wanita yang bekerja dari 37,03% pada tahun 2005  menjadi 44,86% pada tahun 2010, sedangkan prosentase wanita yang tinggal dan mengurus rumah tangga menurun yaitu dari 43,32% pada tahun 2005 menjadi 38,77% pada tahun 2010.
Tren meningkatnya jumlah wanita yang bekerja dapat menimbulkan resiko baru terutama dalam hal pengasuhan anak. Ongkos baby sitter akan dirasakan sangat mahal bagi wanita dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau pegawai biasa. Namun, jika pengasuhan dibebankan kepada nenek saat ini semakin sulit karena adanya perubahan pola hubungan dalam keluarga inti. Pilihan yang sering dipilih adalah memberikan pengasuhan anak kepada pembantu rumah tangga, meskipun sangat beresiko baik dari segi tumbuh kembang ataupun keamanan untuk anak. Bagi keluarga yang mempunyai status ekonomi baik, mereka akan membayar baby sitter atau menitipkan balitanya di tempat penitipan anak. Namun, apakah pilihan tersebut juga tepat? Banyaknya tindakan kriminal ataupun kekerasan yang terjadi pada anak yang dilakukan oleh caregiver atau pengasuhnya, seperti pelecehan seksual, penculikan, penjualan bayi, dan lain-lain. Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak terjadi tren peningkatan kasus penculikan anak dan bayi dari 37 kasus (2008) menjadi 72 kasus (2009), 111 kasus (2010) dan terus meningkat menjadi 120 kasus (2011). Kasus terakhir yang baru saja terungkap, pada tanggal 10 Januari 2013, Polda Metro Jaya berhasil menangkap 7 orang anggota sindikat internasional penjualan bayi yang telah beroperasi sejak tahun 1992. Kasus lain adalah pada tanggal 31 Januari 2013, bayi R yang tewas ditangan pengasuhnya yang tega membekap bayi tersebut hanya karena tidak tahan mendengar tangisan keras sang bayi. Kasus-kasus tersebut adalah beberapa contoh kasus yang diketahui yang dilakukan oleh pengasuh. Mungkin masih banyak kejadian kriminal yang dilakukan oleh caregiver atau pengasuh yang tidak dilaporkan.  Selain itu masih banyak tempat penitipan anak yang belum memenuhi standar yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Meninggalkan anak yang masih membutuhkan perhatian, kehangatan, cinta, kasih sayang dan pengasuhan akan menimbulkan konsekuensi besar yang tidak hanya ditanggung oleh ibu tetapi juga untuk anak. Sebuah survey yang dilakukan US Departement of Labor sejak tahun 90-an melalui National Longitudinal Survey of Youth menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa anak yang ditinggal ibunya bekerja, akan menjadi lebih mandiri. Namun pendapat tersebut akan sirna jika pengasuhnya terlalu memanjakan, segala sesuatu dilayani, dan keinginan anak selalu dituruti. Dampak positif dan negatif dari ibu bekerja sangat relatif, karena hal yang positif pada satu anak, belum tentu positif untuk anak yang lain. Semua itu tergantung dari pola asuh yang diberikan. Pola asuh yang positif, akan berdampak positif pada perkembangan anak dan begitu juga sebaliknya.
Orangtua harus mampu mengukur kemampuan diri serta harus waspada dalam menentukan pola asuh anak. Pada akhirnya, pola asuh akan menentukan perkembangan anak. Menurut National Association for the Education of Young (Asosiasi Nasional bagi Pendidikan Anak-anak), bahwa lingkungan harus mempermudah pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai usianya. Dengan kata lain, pola asuh anak usia dini sangat ditentukan oleh siapa pengasuhnya.
Dalam sebuah studi baru mengatakan bahwa anak yang mendapatkan pola asuh dari ayah dan ibu pada tahun-tahun awal kehidupan membuat perkembangan sel-sel otak anak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang hanya diasuh oleh salah satu orangtuanya. Namun pada Daily Mail (2 Mei 2013) dikatakan bahwa manfaat yang diterima dari anak yang diasuh oleh ayah dan ibu bervariasi diantara kedua jenis kelamin. Pada anak laki-laki memiliki memori dan fungsi belajar yang lebih baik sedangkan pada anak perempuan mengembangkan koordinasi motorik dan sosialisasi yang lebih baik. 
National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika telah meneliti masalah ibu bekerja yang menitipkan anaknya pada pengasuhan orang lain. Penelitian tersebut  menemukan bahwa memberikan pengasuhan anak selain ibu, seperti kakek-nenek, TPA, pembantu maupun babysitter, ternyata lebih banyak memberikan dampak negatif, walaupun ditemukan pula dampak positif. Pengasuhan anak sangat berdampak pada perilaku. Semakin sering anak dititipkan pada pengasuhan orang lain sebelum berusia 4,5 tahun, ternyata akan semakin meningkatkan agresivitas dan ketidakpatuhan anak. Namun dampak negatif dapat dikurangi dengan mencari pengasuh anak yang berkualitas tinggi. Selain itu, dampak positif juga terlihat pada anak yang dititipkan di TPA yang berkualitas baik. Mereka cenderung memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik, kemampuan mengingat, dan kemampuan memecahkan masalah. Bahkan dapat juga meningkatkan kemampuan akademik anak dan membuat hubungan kedekatan ibu dan anak menjadi lebih baik jika pengasuh memiliki kualitas pengasuhan yang baik.
Pada saat ini, banyak para orangtua yang memilih menitipkan anaknya di tempat penitipan anak daripada menitipkan balitanya dengan pembantu ataupun baby sitter di rumah. Menurut mereka, pengasuh di tempat penitipan anak (TPA) lebih berpengalaman dalam mengasuh balita daripada harus membayar pengasuh dan meninggalkan balitanya di rumah. Selain nantinya mempengaruhi tumbuh kembang balitanya, mereka juga memperhatikan dari segi keamanan. Terlebih saat ini, banyak kejadian dimana anak/balita menjadi korban kriminalitas yang banyak juga dilakukan oleh pengasuh di rumah, seperti yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya. Tetapi ada juga orangtua yang masih memilih menitipkan anaknya dengan pengasuh di rumah. Tetapi pengasuh yang mereka pilih adalah seorang babysitter, bukanlah seorang pembantu rumah tangga. Menurut mereka, babysitter lebih mempunyai keterampilan tentang cara mengasuh balita daripada seorang pembantu. Bahkan para orangtua tersebut lebih memilih anaknya diasuh oleh babysitter daripada oleh kakek-neneknya dengan alasan jika diasuh oleh kakek-neneknya, mereka akan mengatur anak sesuai dengan pedoman mereka. Sehingga orangtua tidak dapat mengasuh anaknya sesuai pedoman mereka sendiri. Dan para kakek-nenek biasanya lebih memanjakan cucunya. (wolipop.detik.com/tanggal 23 november 2012).
Selain itu, ada juga orangtua yang tetap menitipkan balitanya kepada pengasuh di rumah. Namun mereka memasukkan balitanya ke playgroup ataupun tempat-tempat yang memberikan pendidikan pada anak usia dini. Dengan harapan, anak-anak mereka tetap mendapatkan pendidikan ataupun stimulasi sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil penelitian yang dilakukan di Malang pada tanggal 24 Juli 2004, (dalam Suryaningsih, 2004) ibu yang menitipkan anak di TPA 50% mengatakan anaknya cepat pintar, 30% mengatakan perkembangan anaknya wajar-wajar saja dan 20% mengatakan tidak tahu perkembangan anaknya. Berdasarkan hasil penelitian juga, sekitar 50%  kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak usia 4 tahun, 8% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berusia 18 tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitifnya. Ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Tentunya semua itu sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang efektif.
Berdasarkan beberapa pendapat dan hasil penelitian diataslah, peneliti merasa ingin lebih mengetahui lagi tentang  perbedaan kualitas caregiver baik di rumah ataupun di tempat penitipan anak terhadap anak prasekolah ditinjau dari  aspek perkembangan kognitif, motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosialnya. Sehingga peneliti berencana ingin melakukan sebuah penelitian. Dalam proposal penelitian ini, peneliti memberi judul “Gambaran Perbedaan Kualitas Pola Asuh Caregiver di Rumah dan di Tempat Penitipan Anak Di Kelurahan Kencana Bogor terhadap Anak Prasekolah ditinjau dari Aspek Perkembangan Kognitif dan Sosial .
Sesungguhnya, apapun alasan orangtua dalam menentukan siapa yang mengasuh anak balita mereka saat mereka bekerja, harus memperhatikan beberapa hal yang nanti akan dibahas dalam tinjauan teori. Para orangtua, khusunya ibu yang bekerja harus mampu melakukan pola asuh yang efektif kepada balitanya. Dan mampu mendelegasikan pola asuhnya yang efektif terhadap anak prasekolahnya kepada pengasuh yang berkualitas pada saat bekerja diluar rumah. Sehingga kebutuhan kasih sayang balita terpenuhi dan tumbuh kembang balitanya sesuai dengan usianya.
B.       RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana peran dan tugas caregiver di rumah / tempat penitipan anak pada anak prasekolah
  2. Karakteristik apa saja yang harus dipenuhi untuk menjadi caregiver di Tempat Penitipan Anak ataupun di rumah
  3. Bagaimana kualitas pola asuh yang efektif pada anak prasekolah
  4. Bagaimana kualitas Tempat Penitipan Anak (TPA)  yang baik
  5. Bagaimana batasan usia prasekolah dan fase perkembangannya
  6. Bagaimana karakteristik perkembangan Kognitif (Motorik Kasar, Motorik Halus, dan Bahasa) pada anak prasekolah
  7. Bagaimana karakteristik perkembangan sosial pada anak prasekolah

C.  TUJUAN PENELITIAN
1.   TUJUAN UMUM
     Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perbedaan kualitas pola asuh caregiver baik yang di rumah ataupun di Tempat Penitipan Anak (TPA) terhadap anak prasekolah ditinjau dari aspek perkembangan kognitif (motorik kasar, motorik halus, dan bahasa) dan sosial.

2.  TUJUAN KHUSUS
  1. Mengetahui peran dan tugas caregiver di rumah / tempat penitipan anak pada anak prasekolah
  2. Mengetahui karakteristik atau syarat untuk menjadi caregiver di Tempat Penitipan Anak ataupun di rumah
  3. Mengetahui tentang kualitas pola asuh yang efektif pada anak prasekolah
  4. Mengetahui tentang kualitas Tempat Penitipan Anak (TPA)  yang baik
  5. Mengetahui batasan usia prasekolah dan fase perkembangannya
  6. Mengetahui dan dapat mengidentifikasi karakteristik perkembangan Kognitif (motorik kasar, motorik halus dan bahasa) pada anak prasekolah
  7. Mengetahui dan dapat mengidentifikasi karakteristik perkembangan sosial pada anak prasekolah
D.  MANFAAT  PENELITIAN
  1. Untuk  Orangtua
a.       Orangtua dapat mengetahui tentang peran dan fungsinya dalam meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial pada anak prasekolah.
b.      Orangtua mengetahui tentang pola asuh yang efektif  terhadap anak prasekolah.
c.       Orangtua dapat menentukan caregiver yang tepat yang dapat menunjang perkembangan anak prasekolah
  1. Untuk Tempat Penitipan Anak
Pimpinan Tempat Penitipan Anak dapat memberikan fasilitas sarana dan prasarana yang sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan balita yang menjadi anak asuhnya. Selain itu, tenaga yang direkrut untuk dijadikan caregiver harus mendapatkan pelatihan tentang pertumbuhan dan perkembangan balita sehingga mereka dapat memberikan stimulasi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan balita yang mereka asuh.
  1. Untuk Profesi Perawat
Untuk perawat, khususnya perawat yang ada di komunitas  dapat menjalankan perannya untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan kliennya. Perawat juga mampu melakukan tindakan promotif di tempat-tempat pelayanan umum dimana balita terdapat didalamnya. Perawat dapat bekerjasama dengan pimpinan pemilik TPA untuk memberikan tindakan promotif, sehingga kondisi kesehatan balita tetap terjaga. Selain itu, perawat juga dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai panduan ataupun pedoman dalam pembuatan program kerja untuk meningkatkan derajat kesehatan anak di usia prasekolah.
  1. Untuk STIKes Binawan
STIKes Binawan dapat mengetahui trend dan issue yang ada di masyarakat. Sehingga dapat memfasilitasi mahasiswanya untuk meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilan para mahasiswa saat terjun ke masyarakat.
  1. Untuk Mahasiswa STIKes Binawan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai contoh atau referensi dalam melakukan penelitian  berikutnya.

  1. Untuk Peneliti
Peneliti dapat mengetahui tentang perbedaan kualitas pola asuh caregiver baik di rumah ataupun di Tempat Penitipan Anak terhadap anak prasekolah ditinjau dari aspek perkembangan kognitif, motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosial.







































BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. KONSEP TEORI
  1. DEFINISI
a.       POLA ASUH
Menurut Anto,dkk (1998), Pola asuh adalah cara, bentuk atau strategi dalam pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya. Strategi, cara dan bentuk pendidikan yang dilakukan orangtua kepada anak-anaknya sudah tentu dilandasi oleh beberapa tujuan dan harapan orangtua. Diharapkan pendidikan yang diberikan dapat membuat anak mampu bertahan hidup sesuai alam dan lingkungannya dengan cara menumbuhkan potensi-potensi yang berupa kekuatan batin, fikiran dan kekuatan jasmani pada diri setiap anak.
Sedangkan menurut Baumrind (1975), pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control. Pendapat lain mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua berinteraksi dengan anaknya, meliputi: pemberian aturan, hadiah, hukuman dan pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap perilaku anak (Kohn, 1971). Menurut Harrington & Whiting (dalam Dibson 1997),  pola asuh adalah interaksi antara pengasuh dan anak yang meliputi pemeliharaan (memberi makan, membersihkan dan melindungi) dan melatih sosialisasi (mengajarkan perilaku yang umum dan dapat diterima oleh masyarakat).
Menurut Brooks (1991), Pengasuhan adalah suatu proses yang didalamnya terdapat unsur memelihara, melindungi dan mengarahkan anak selama masa perkembangannya. Sedangkan menurut Martin dan Colbert (1997), mendefinisikan pengasuhan sebagai suatu proses yang biasanya berkaitan dengan orang dewasa yang melahirkan, menjaga, mengasuh dan mengarahkan anak.
 
b.      CAREGIVER
Caregiver adalah seseorang yang bertugas untuk membantu orang-orang yang ada hambatan untuk melakukan kegiatan fisik sehari-hari baik yang bersifat kegiatan harian personal (personal activity daily living) seperti makan, minum, berjalan, atau kegiatan harian yang bersifat instrumental (instrumental activity daily living) seperti mamakai pakaian, mandi, menelpon atau belanja.
Caregiver untuk balita atau sering disebut dengan istilah Babysitter, menurut arti kata adalah seseorang yang memberikan perawatan kepada balita  selama orangtua tidak di rumah.
Pembantu Rumah tangga adalah seseorang yang bekerja mengurusi semua kebutuhan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, berbelanja, menyuci baju, mengurus anak dan lain-lain. Tingkat pendidikan merekapun tergolong rendah, yaitu tamat SD dan tamat SMP.

c.       TEMPAT PENITIPAN ANAK (TPA)
TPA atau Daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. Daycare merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di liar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orangtua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini, daycare bukan berfungsi sebagai pengganti asuhan orangtua melainkan hanya sebagai pelengkap asuhan orangtua. (PBB,1990).
Sedangkan menurut Wahidiyat (1998), TPA atau daycare adalah tempat untuk merawat dan melindungi anak bagi para ibu yang bekerja. Dari hasil rapat koordinasi “Usaha Kesejahteraan Anak”  Departemen Sosial Republik Indonesia, Tempat Penitipan Anak (TPA) adalah Lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya, karena ditinggalkan orangtua atau ibunya bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual, emosional dan sosial. (Wahidiyat, 1998).

d.      TUMBUH KEMBANG
Menurut Donna L Wong (2001),  pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat membelah diri dan mensintesis protein baru; menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel. Sedangkan perkembangan adalah perubahan dan perluasan secara bertahap ; perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi; peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran.
Menurut Soetjiningsih (1998), pertumbuhan adalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan 9skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Perkembangan merupakan suatu proses yang panjang, dan membutuhkan dorongan atau stimulus untuk berlangsungnya suatu kehidupan. Perkembangan juga terjadi pada individu secara alami, karena di dalam dirinya telah terdapat komponen-komponen psikologis yang menunjang perkembangannya. Komponen psikologis dalam perkembangan individu di antaranya, psiko-kognitif, psiko-motorik dan psiko-afektif. (Baraja, 2008).

e.       USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN)
Pada masa ini adalah merupakan periode anak mulai belajar dan masa paling penting dalam kehidupan anak. Masa ini memiliki pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya karena apapun yang dilihat dan didengar akan terekam dalam benak anak. Pengaruhnya akan tampak nyata pada kepribadian individu ketika telah dewasa. Pada usia ini, anak mulai mengenal konsep diri. Oleh sebab itu pola asuh orangtua akan menentukan apakah anak akan memiliki konsep diri positif atau negatif. Menurut Wong (2008), anak prasekolah adalah anak yang mempunyai rentang usia 3 – 6 tahun.
Menurut Patmonodewo (1995) anak Prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3 – 6 tahun. Mereka adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Pada tahap perkembangan anak prasekolah anak mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997).
Pada masa ini juga akan timbul dorongan yang sangat kuat untuk menuntut pengakuan dirinya. Kemauannya harus selalu dituruti dan emosinya sering meluap-luap disertai dengan perilaku agresif yang sangat kuat, terutama kalau keinginannya tidak dituruti, biasanya anak akan sadar ingin melepaskan diri dari pengaruh ibunya dan mau berdiri sendiri, sebab didorong oleh gairah hidup yang positif dan kuat (Hartono, 1997).

  1. JENIS POLA ASUH
Menurut Diana Baumrind , jenis pola asuh terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a.        Pola asuh Otoritarian (Authoritarian Parenting Style)
Pola asuh ini bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti kata orangtua, harus hormat pada orangtua dan memiliki tingkat kekakuan yang tinggi, dan memiliki intensitas komunikasi yang sedikit. Menurut Diana Baumrind menyatakan bahwa anak yang dididik secara otoritarian memiliki sikap yang kurang kompeten secara sosial, keterampilan komunikasi yang buruk, dan takut akan perbandingan sosial. Selain itu, sangat dimungkinkan anak akan memberontak karena tidak terima atau bosan dengan pengekangan. Dengan pola asuh ini, probabilitas munculnya perilaku menyimpang pada remaja menjadi sangat besar.
b.      Pola asuh Otoritatif (Authoritative Parenting Style)
Pada pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orangtua, tingkat kepekaan orangtua terhadap anak, nalar, serta mendorong pada kemandirian. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini memi;liki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anak, tetapi tetap memberikan batasan untuk mengarahkan anak dalam menentukan keputusan yang tepat dalam menentukan hidupnya. Anak yang dididik dengan pola asuh seperti ini memiliki tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui konsep harga diri yang tinggi. Karakteristik pola asuh ini dapat mengimbangi rasa keingintahuan remaja sehingga proses anak dalam menimbulkan perilaku tindakan antisosial cenderung bisa diatasi. Karena walaupun anak dibebaskan, orangtua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan yang tegas.
c.       Pola asuh Mengabaikan (Neglectful Parenting Style)
Pola asuh ini bercirikan orangtua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak karena cenderung lalai. Urusan anak dianggap orangtua bukan sebagai urusan mereka dan mereka menganggap bahwa urusan anak tidak lebih penting dari urusan orangtua. Menurut pernyataan Diana Baumrind, anak yang diasuh dengan gaya ini cenderung kurang cakap secara sosial, memiliki kemampuan pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki kemandirian diri yang baik, dan tidak bermotivasi untuk berprestasi. Pola asuh seperti ini menghasilkan anak-anak yang cenderung memiliki frekuensi tinggi dalam melakukan tindakan anti sosial. Karena mereka tidak biasa diatur, sehingga jika mereka melakukan sesuatu mereka tidak mau dilarang oleh siapapun.
d.      Pola asuh Memanjakan (Indulgent Parenting Style)
Pola asuh ini membuat orangtua menjadi sangat terlibat dengan anak-anak mereka. Mereka menuruti semua kemauan anak mereka, dan jarang membatasi perilaku anak mereka. Anak yang dihasilkan dari pola asuh ini merupakan anak-anak yang sulit untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri, karena mereka terbiasa untuk dimanja.  Anak-anak menjadi seenaknya melakukan tindakan perilaku menyimpang karena terbiasa dibolehkan melakukan apa saja. Sehingga selalu timbul dan mengulang kembali untuk melakukan perilaku yang menyimpang.

Selain pola asuh yang telah dijelaskan diatas, ada tiga macam pola asuh yang selama ini digunakan oleh masyarakat (Pudjibudo, yang dikutip oleh Balson), yaitu :
a.       Pola asuh Koersif : Tertib tanpa kebebasan
Pada pola asuh ini hanya mengenal hukuman dan pujian dalam berinteraksi dengan anak. Pujian diberikan jika anak melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan keinginan orangtua. Sedangkan hukuman diberikan jika anak tidak melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan keinginan orangtua.
Akibat dari penerapan pola asuh ini, akan muncul empat tujuan anak berperilaku negatif, yaitu: mencari perhatian, unjuk kekuasaan, pembalasan dan penarikan diri.
Pada saat anak dipaksa untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan keinginan orangtua, anak akan kembali menuntut orangtuanya untuk memberikan perhatian atau pujian kepadanya. Namun jika anak tidak dapat memenuhi tuntutan orangtuanya maka dia akan merasa hidupnya tidak berharga dan akan menarik dirinya dari kehidupannya.
Pada saat orangtua menghukum anak karena tidak mematuhinya, anak akan belajar untuk mencari kekuasaan karena dia merasa bahwa karena dia tidak memiliki kekuasaanlah, dia merasa terhina. Anak tersebut akan menanti-nanti saat yuang tepat untuk membalas semua perilaku tidak enak yang dia terima selama ini.
b.      Pola asuh Permisif : Bebas tanpa ketertiban
Pola asuh ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh. Orangtua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap putra putri mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat dan media massa yang ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi keajaiban yang datang untuk menyulap anak-anak mereka menjadi pribadi yang sholeh dan sholehah.
Hasil dari pola asuh yang permisif ini adalah anak biasanya akan menjadi impulsif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial, akibatnya anak akan terjebak pada gaya hidup yang serba boleh. Pada akhirnya, orangtua akan selalu menanggung semua akibat perilaku anaknya tanpa mereka sendiri menyadari hal tersebut.
c.       Pola asuh Dialogis : Tertib dengan kebebasan
Pola asuh ini berpijak pada dorongan dan konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak. Orangtua menyadari bahwa anak adalah amanah Tuhan yang Maha Esa.
Dalam memperbaiki kesalahan anak, orangtua menyadari bahwa kesalahan itu muncul karena anak mereka belum terampil dalam melakukan kebaikan, sehingga mereka akan mencoba membangun keterampilan  tersebut dengan berpijak kepada kelebihan yang anak miliki, lalu mencoba memperkecil hambatan yang membuat anak berkecil hati untuk memulai kegiatan yang akan menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Orangtua juga akan menerima keadaan anak apa adanya tanpa membandingkan mereka dengan oranglain bahkan dengan saudara kandung mereka sendiri, atau teman bermainnya. Orangtua juga akan membiasakan diri untuk berdialog dengan anak mereka dalam menemani tumbuh kembang anak mereka. Setiap ada persoalan, anak dilatih untuk mencari akar persoalannya, kemudian diarahkan untuk menyelesaikannya secara bersama.
Dengan pola asuh seperti ini, anak akan merasa bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orangtuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Dengan kondisi ini, orangtua juga dapat mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anaknya setiap saat. Orangtua yang dialogis, juga akan mengajak anaknya agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga anak akan menghindari keburukan, karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orangtuanya.
Pola asuh berkaitan erat dengan hubungan antara orangtua dan anak dalam proses pendidikan, dimana dalam pola asuh ini orangtua akan mempengaruhi perkembangan anak. Berdasarkan sumber lain, (Pola Asuh Anak melejitkan Potensi dan Prestasi sejak usia dini, 2012) ada tiga macam tipe pola asuh pada anak usia dini, yaitu:
a.       POLA ASUH OTORITER
Orangtua cenderung banyak memerintah dan melarang anak. Pengaruh pola asuh ini terhadap perkembangan anak, adalah:
1)      Anak menjadi tidak percaya diri, minder atau penakut
2)      Anak cenderung menjadi pemberontak bahkan dapat menjadi pribadi yang kacau (tidak terkendali)
3)      Anak cenderung membenci figur penguasa
4)      Menghambat perkembangan kreativitas anak
b.      POLA ASUH PERMISIF
Orangtua cenderung membebaskan anak melakukan apa saja tanpa kontrol.
Pengaruh terhadap perkembangan anak, adalah:
1)      Anak menjadi manja dan cenderung egois
2)      Anak tidak suka bekerja keras
3)      Anak merasa ditelantarkan sehingga sulit untuk sukses
4)      Anak kurang memiliki kedisiplinan
c.       POLA ASUH DEMOKRATIS
Inti dari pola asuh ini adalah komunikasi atau musyawarah antara anak dan orangtua dalam menentukan hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak bisa melakukan apa yang ia mau, namun orangtua tetap berperan sebagai pengarah dan pengontrol.
Pengaruhnya bagi perkembangan anak, adalah:
1)      Anak lebih percaya diri
2)      Anak mengerti apa yang menjadi keinginan orangtua
3)      Ada kemungkinan besar, anak tumbuh menjadi anak yang ramah
4)      Mendukung perkembangan kreativitas
5)      Tidak bergantung pada orangtua

Pada keluarga muslim, ada juga contoh pola asuh yang diterapkan oleh Rasulullah SAW terhadap keluarga dan anak cucunya. Menurut drs. Muhammad Thalib, ada 25 azas Islami yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam pola asuh anak ataupun kepada cucu beliau yang disesuaikan dengan tingkatan usianya. Cara mendidiknya adalah sebagai berikut:
a.       Mengulang-ngulang (supaya mudah dipahami)
b.      Sedikit demi sedikit (agar mudah dikuasai)
c.       Memilih yang paling ringan (disesuaikan dengan kemampuan anak)
d.      Mudah dan luwes (fleksibel)
e.       Dalam kondisi segar (fresh, agar membangun konsentrasi)
f.       Memilih waktu yang tepat (untuk menyampaikan nasehat)
g.      Memperhatikan bakat (kodrat atau potensi anak)
h.      Mengikuti kecenderungan anak (memudahkan dalam stimulan)
i.        Mengetahui tingkat kemampuan anak (sesuai perkembangannya)
j.        Berjenjang (sesuai tahapan usia anak)
k.      Stabil dan berkelanjutan (dalam melaksanakan ilmu/amal)
l.        Menyesuaikan perlakuan dengan martabat (keadaan atau budi pekerti)
m.    Menguji kemampuan dan ketrampilan (uji coba/trial error)
n.      Adil (dalam berbuat, bersikap dan memutuskan)
o.      Menghormati hak anak (menghargai keberadaannya)
p.      Memperlakukan anak sebagai sahabat (tidak otoriter)
q.      Menimbulkan sikap saling tolong menolong (perhatian dan kasih sayang)
r.        Menyeimbangkan akal dan hati (pikiran dan nurani)
s.       Bertanya kepada ahlinya (tidak egois)
t.        Selalu dinamis menguji kebenaran (kreatif dalam pola asuh)
u.      Tidak mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan (amanah atas tanggungjawab yang diberikan)
v.      Menjauhi perbuatan yang buruk (usahakan sebagai teladan)
w.    Menjauhi kata-kata celaan (menghindari rendah diri)
x.      Menegakkan aturan dengan benar (melatih kejujuran)
y.      Menghukum hanya bila perlu (mengajarkan tanggung jawab)
Dalam prakteknya, Rasulullah SAW selalu mendidik keluarga atau umatnya dengan sabar, kasih sayang dan kelembutan yang mencakup aspek pendidikan akhlak, pergaulan, intelegensia, ibadah dan emosi secara terintegrasi antara satu dengan yang lain.

  1. SYARAT POLA ASUH  EFEKTIF
Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang.
Berikut ini adalah hal-hal yang dilakukan orangtua demi menuju pola asuh efektif (Theresia S. Indira, 2008),  yaitu:
  1. Pola asuh harus dinamis
  2. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
  3. Ayah dan ibu harus kompak
  4. Pola asuh harus disertai dengan perilaku positif dari orangtua
  5. Komunikasi efektif
  6. Disiplin
  7. Orangtua harus konsisten

Pada anak prasekolah, pola asuh yang wajib diperhatikan oleh orangtua adalah:
a.       Memberikan kasih sayang
Tujuannya adalah agar anak belajar mencintai orang lain terutama ibu. Jika anak tidak merasakan cinta kasih ini maka anak akan tumbuh mencintai dirinya sendiri dan cenderung membenci oranglain.
b.      Membiasakan anak untuk disiplin
Kebiasaan ini dimulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.

c.       Memberi teladan yang baik
Bagi kedua orangtua ataupun lingkungannya harus dapat memberikan teladan yang baik bagi anak. Karena ini sangat berpengaruh pada prbadi anak.
d.      Membiasakan untuk beretika dan berperilaku yang umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Misal: anak dibiasakan untuk makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dan mengajarkan anak untuk berterimakasih ketika menerima kebaikan atau pemberian dari oranglain.
Salah satu problem pola asuh pada anak adalah bagaimana menentukan pola asuh yang baik bagi anaknya saat orangtua bekerja. kepada siapa anak mereka dititipkan saat mereka bekerja? Apakah kepada kakek, nenek, tetangga, pengasuh dirumah, atau di Tempat Penitipan Anak (TPA)? Semuanya memiliki konsekuensi dengan segala resikonya. Orangtua harus berlaku bijak dalam menentukan yang terbaik bagi buah hatinya.
Pengaruh Pembantu Rumah Tangga terhadap pendidikan anak antara lain (Susanto, 1997) :
a. Pengaruh terhadap perkembangan karakter anak
1)  Penanaman dan pengertian tentang NILAI-NILAI
Orang tua tidak dapat mengandalakan pembantu untuk dapat memberikan nilai-nilai yang   diinginkan. Orang tua tidak dapat sekedar memberitahukan pembantu untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada anak, karena nilai kehidupan dan pribadi orang yang menanamkannya merupakan suatu kesatuan. Anak belajar kejujuran bukan sekedar diberitahukan untuk tidak berbohong, tapi ia melihat contoh bagaimana seseorang berkata jujur. Nilai kesetiaan dan kasih hanya dapat dipelajari pada saat anak itu melalui kehidupan sehari-hari bersama orang-orang yang dicintainya.
2) Tingkah laku, perkataan dan kebiasan hidup anak
Pembantu yang tidak menyayangi anak dan tidak berdedikasi cenderung akan memperlakukan anak sebagai objek dari pekerjaannya. Hal ini dapat mengakibatkan hal-hal negatif, misalnya: keluar kata-kata kasar yang mudah ditiru oleh anak, yang menyakitkan dan berakibat buruk bagi harga diri anak, atau yang tidak patut didengar oleh anak.
Perlakuan yang kasar dapat menyebabkan anak cepat marah. Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan yang tanpa kasih sayang.
Dalam pola makan, kebiasaan tidur dan logat atau cara berbicara. Ada saat-saat dimana anak sulit makan atau tidur. Pembantu yang tidak berdedikasi cenderung untuk memberikan respon yang buruk untuk diterima oleh anak yang butuh stimulus perkembangan dan kasih sayang.

b. Pengaruh terhadap kemandirian anak
Pembantu/pengasuh yang terlalu melayani dan memanjakan anak, terasa positif dan menyenangkan bagi si anak dan orangtua. Akibatnya anak menjadi terbiasa tergantung dan kurang mandiri.
Kemandirian anak ini mencakup hal-hal yang bersifat praktis secara fisik maupun emosi. Misalnya anak menjadi terlalu dekat atau lengket dengan pengasuh. Kedekatan pribadi lain menjadikan anak berkurang kedekatannya dengan orangtua. Kedekatan anak dengan satu pribadi tertentu sangat mempengaruhi perkembangan emosi dan jiwanya. Anak yang cenderung terlalu dekat dengan pengasuh membuat orangtua lupa dan tidak dapat mengenal anaknya dengan baik.

Dalam memilih pengasuh untuk anak, prioritas utama adalah sifat atau karakternya, selain kekurangannya juga yang harus diterima. Berikut ini yang harus diperhatikan dalam memilih pengasuh untuk anak dirumah, yaitu:
  1. Memiliki latar belakang keluarga yang baik.
  2. Mempunyai fisik dan mental yang sehat
  3. Sikap terhadap anak harus penuh kasih sayang, mudah bergaul, dan percaya diri. Jangan diterima yang terlalu cerewet, suka marah dan terlalu keras terhadap anak.
  4. Berpenampilan bersih dan rapi
  5. Sifat atau hati yang baik pada anak lebih penting daripada pendidikan yang tinggi
Untuk mendidik anak, bukan tergantung pada pengasuh yang pandai melainkan lebih banyak tergantung pada orangtuanya. Kontrol terhadap diri anakpun, harus tetap pada orangtua bukan pada pengasuhnya.
  1. Mempunyai pengetahuan serta ketrampilan bermain dengan anak untuk menstimulasi perkembangan anak yang diasuhnya.
Jika anak mulai merasa tidak aman dengan pengasuh, orangtua jangan mengorbankan anaknya. Sebagai orangtua yang perduli terhadap perkembangan seorang anak harus lebih rela kehilangan seorang pengasuh daripada kehilangan seorang anak.


  1. KESALAHAN DALAM POLA ASUH
Fakta yang terjadi disekitar kita adalah:
  1. Orangtua atau pendidik masih selalu mendikte atau menyetir anak
  2. Orangtua atau pendidik masih membatasi ruang gerak bermain anak-anak
  3. Orangtua atau pendidik masih ada yang memperlakukan anak secara negatif dengan menggunakan kata-kata yang tidak mendidik
  4. Masih ada orangtua atau pendidik yang memberikan hukuman terhadap anak usia dini baik secara verbal, fisik, dan psikologis
  5. Orangtua masih memberikan menu harian yang tidak sehat,, seperti: makanan instant, makanan rendah gizi dan kurang variasi
  6. Orangtua tidak membatasi dan mendampingi anak dalam melihat tayangan televisi.
  7. Orangtua atau pendidik masih ada yang membandingkan-bandingkan anak dengan anak yang lain.
  8. Orangtua kurang memberikan kasih sayang kepada anak .

Orangtua merupakan contoh dan teladan pertama bagi anak. Sehingga, sebagai ayah dan ibu harus siap dalam tiga hal, yaitu:
  1. Orangtua harus siap dalam menjaga emosinya (Emotional Ready)
  2. Orangtua harus siap untuk menjalani gaya hidup pada zamannya seperti bijak dalam menggunakan tekhnologi (Lifestyle Ready)
  3. Orangtua harus berpendidikan (Education Ready)
Pola asuh bukan hanya milik ibu saja tapi juga ayah sehingga seorang anak tidak kehilangan figur seorang ayah bahkan penting juga anggota keluarga lainnya dalam menyatukan persepsi didalam pola asuh anak. Sebagai orangtua yang bijak, tetap harus bertanggung jawab dalam pemberian pola asuh yang efektif walaupun dalam pengasuhannya dibantu oleh pengasuh baik di rumah ataupun dititipkan di tempat penitipan anak. Pengasuh hanya bertanggung jawab saat orangtua sedang bekerja. jika orangtua sudah kembali ke rumah, pengasuhan menjadi tanggung jawab orangtua kembali.

  1. KRITERIA TEMPAT PENITIPAN ANAK YANG BAIK
Konsep dasar sebuah Tempat Penitipan Anak (TPA) adalah sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orangtuanya bekerja. TPA menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas usia empat tahun kebawah). TPA diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi dan mengajarkan ketrampilan hidup sejak dini yang nantinya berguna bagi kehidupan anak selanjutnya.
Jenis pelayanan TPA meliputi Perawatan, Asuhan, Bimbingan, dan kebutuhan pokok anak seperti makanan, tempat tinggal,pakaian, kesehatan dan pendidikan. Pelayanan perawatan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk perawatan fisik, perbaikan hubungan sosial, disiplin anak, dan sarana serta prasarana untuk kepentingan anak. Pemberian makan, pakaian dan penciptaan kelompok merupakan beberapa asuhan yang diberikan. Bimbingan yang diberikan di TPA adalah untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian anak melalui permainan. Di TPA juga diberikan pelayanan kesehatan berupa penyediaan fasilitas kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan kemampuan berobat. Sedangkan pelayanan pendidikan yang diberikan di TPA dalam bentuk pendidikan anak dalam keluarga, sosialisasi dan disiplin keluarga. Menurut pedoman penyelenggaraan pendidikan pada taman penitipan anak tahun 2001 menyatakan bahwa standar pelayanan minimal harus menggunakan kurikulum program pendidikan pada taman penitipan anak yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, yaitu memiliki tempat pendidikan, memiliki sarana pendidikan minimal sesuai dengan daftar sarana pendidikan minimal tempat penitipan anak memiliki tenaga pendidikan (guru/pendidik) dan tenaga pengasuh/perawat dengan kualifikasi yang sesuai dengan standar Dinas Pendidikan Nasional.
Syarat sebagai pendidik di TPA (sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 tahun 2009), yaitu:
  1. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologi anak
1)      Menyayangi anak secara tulus
2)      Berperilaku sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian
3)      Memiliki kepekaan, responsif dan humoris
4)      Berpenampilan bersih, sehat, dan rapi
5)      Berperilaku sopan santun, menghargai, dan melindungi anak
  1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berbudi pekerti luhur
1)      Berperilaku jujur
2)      Bertanggung jawab terhadap tugas
3)      Berperilaku sebagai teladan
  1. Memahami tahapan perkembangan anak
1)      Memahami kesinambungan tingkat perkembangan anak usia 0 – 6 tahun
2)      Memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak
3)      Memahami bahwa setiap anak mempunyai tingkat kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda
4)      Memahami faktor penghambat dan pendukung tingkat pencapaian perkembangan
  1. Memahami pertumbuhan dan perkembangan anak
1)      Memahami aspek-aspek perkembangan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial – emosi, dan moral agama
2)      Memahami faktor-faktor yang menghambat dan mendukung aspek-aspek perkembangan diatas
3)      Memahami tanda-tanda kelainan pada tiap aspek perkembangan anak
4)      Mengenal kebutuhan gizi anak sesuai dengan usia
5)      Memahami cara memantau nutrisi, kesehatana dan keselamatan anak
6)      Mengetahui pola asuh yang sesuai dengan usia anak
7)      Mengenal keunikan anak
  1. Memahami pemberian rangsangan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan
1)      Mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan secara umum
2)      Memiliki ketrampilan dalam melakukan pemberian rangsangan pada setiap aspek perkembangan
  1. Membangun kerjasama dengan orangtua dalam pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak
1)      Mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, sosial ekonomi keluarga, dan sosial kemasyarakatan yang mendukung dan menghambat perkembangan anak
2)      Mengkomunikasikan program lembaga (pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak) kepada orangtua
3)      Meningkatkan keterlibatan orangtua dalam program di lembaga
4)      Meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga
  1. Melaksanakan proses pendidikan, pengasuhan dan perlindungan
  2. Melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan
  3. Beradaptasi dengan lingkungan
  4. Berkomunikasi secara efektif
1)      Berkomunikasi secara empatik dengan orangtua peserta didik
2)      Berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, verbal maupun non verbal

Kualifikasi pengasuh di Tempat Penitipan Anak TPA (sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 tahun 2009) adalah sebagai berikut:
  1. Memahami dasar-dasar pengasuhan
1)      Memahami peran pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
2)      Memahami pola makan dan kebutuhan gizi masing-masing anak
3)      Memahami layanan dasar kesehatan dan kebersihan anak
4)      Memahami tugas dan kewenangan dalam membantu guru dan guru pendamping
  1. Terampil melaksanakan pengasuhan
1)      Terampil dalam melakukan perawatan dan kebersihan anak
2)      Terampil bermain dan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan anak
3)      Mengenali dan mengatasi ketidaknyamanan anak
4)      Terampil merawat kebersihan fasilitas bermain anak
  1. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak
1)      Menyayangi anak secara tulus
2)      Berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh perhatian, serta melindungi anak
3)      Memiliki kepekaan dan humoris dalam menyikapi perilaku anak
4)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bertanggung hawab
5)      Berpenampilan rapi, bersih, dan sehat
6)      Berperilaku santun, menghargai, dan hormat kepada orangtua anak

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BALITA
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita. Faktor-faktor tersebut terdiri dari 2 golongan, yaitu:
a.       Faktor Internal, yang terdiri dari :
1)      Perbedaaan ras/ etnik atau bangsa
2)      Keluarga
3)      Jenis kelamin
4)      Umur
5)      Kelainan genetik
6)      Kelainan kromosom
b.      Faktor Eksternal, yang terdiri dari:
1)      Pranatal, terdiri dari: nutrisi, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan psikologis ibu.
2)      Intranatal, terdiri dari: adanya komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, dan asfiksia yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
3)      Pasca natal, terdiri dari: nutrisi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosial ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan.




  1. TAHAPAN PERKEMBANGAN PADA ANAK PRASEKOLAH MENURUT BERBAGAI TEORI
a.       TAHAP-TAHAP PSIKOSOSIAL (ERIKSON)
Pada anak prasekolah, termasuk fase Initiative versus guilt (3-6 tahun). Dimana anak mengembangkan inisiatif ketika mencoba berbagai kegiatan baru dan tidak diliputi rasa bersalah.
Kekuatan: Tujuan 
b.      TAHAP-TAHAP KOGNITIF (PIAGET)
Anak usia prasekolah, termasuk pada fase Preoperational (2 – 7 tahun). Dimana anak mengembangkan sistem representasi dan menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan berbagai orang, tempat, dan peristiwa. Bahasa dan bermain khayalan manifestasi penting pada tahap ini. Berpikir tetap belum logis.

  1. PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN HALUS PADA ANAK PRASEKOLAH
USIA
MOTORIK KASAR
MOTORIK HALUS
3 TAHUN
Mengendarai sepeda roda tiga
Melompat dari langkah dasar
Berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik
Menaiki tangga dengan kaki bergantian, dapat tetap turun dengan menggunakan kedua kaki untuk melangkah
Melompat panjang
Mencoba berdansa, tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat
Membangun menara dari 9 atau 10 kotak
Membangun jembatan dengan tiga kotak
Secara benar memasukkan biji-bijian dalam botol berleher sempit
Dalam menggambar, meniru lingkaran, meniru silangan, menyebutkan apa yang telah digambarkan, tidak dapat menggambar tongkat tetapi dapat membuat lingkaran dengan gambaran wajah
4 TAHUN
Melompat dan meloncat pada satu kaki
Menangkap bola dengan tepat
Melempar bola dengan bergantian tangan
Berjalan menuruni tangga dengan kaki bergantian
Menggunakan gunting dengan baik untuk memotong gambar mengikuti garis
Dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu mengikat talinya
Dalam menggambar, menyalin bentuk kotak, menjiplak garis silang dan permata, menambahkan tiga bagian pada gambar jari
5 TAHUN
Meloncat dan melompat pada kaki bergantian
Melempar dan menangkap bola dengan baik
Meloncat keatas
Bermain skate dengan keseimbangan yang baik
Berjalan mundur dengan tumit dan jari kaki
Melompat dari ketinggian 12 inci dan bertumpu pada ibu jari kaki
Keseimbangan pada kaki bergantian dengan mata tertutup
Mengikat tali sepatu
Menggunakan gunting, alat sederhana, atau pensil dengan sangat baik
Dalam menggambar, meniru gambar permata dan segitiga, menambahkan tujuh sampai sembilan bagian dari gambar garis, mencetak beberapa huruf, angka atau kata seperti nama panggilan.
6 TAHUN
Peningkatan bertahap dalam ketangkasan
Usia aktivitas
Suka menggambar, menulis, dan mewarnai

  1. PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN SOSIAL PADA ANAK PRASEKOLAH
USIA
PERKEMBANGAN KOGNITIF
PERKEMBANGAN SOSIAL
3 TAHUN
Berada dalam fase perseptual
Dimulainya ingatan otografikal (ingatan mengenai sejarah seseorang)
Egosentrik dalam berpikir dan berperilaku
Mulai memahami waktu, menggunakan banyak ekspresi yang berorientasi waktu.
Anak melibatkan diri dalam permainan berpura-pura
Anak dapat menghitung dengan menggunakan seluruh angka
Anak memahami kualitas yang terpecah-pecah



Anak menunjukkan peningkatan ketertarikan kepada orang lain
Bermain pura-pura yang memiliki tema interaksi sosial
Konflik dengan saudara kandung mengenai kepemilikan barang-barang merupakan hal yang lazim
Berpakaian sendiri hampir lengkap
Dapat membantu mengatur meja, dapat menyiapkan makan sederhana
Merasa takut, khususnya pada gelap dan saat pergi tidur
Mengetahui jenis kelamin sendiri dan jenis kelamin orang lain
Permainan yang paralel dan asosiatif

USIA 4 TAHUN
Pada usia 4 tahun, ada pada fase intuitif
Memahami waktu dengan lebih baik
Tidak mampu mengubah cara
Menilai segala sesuatu menurut dimensinya, seperti tinggi, lebar, atau perintah
Mulai mengembangkan egosentrisme yang berkurang dan kesadaran sosial yang lebih tinggi
Dapat menghitung dengan benar tetapi konsep matematika terhadap angka buruk
Patuh karena orangtua mempunyai batasan, bukan karena memahami hal salah dan benar
Pada usia 4 tahun, sangat mandiri
Cenderung untuk keras kepala dan tidak sabar
Agresif secara fisik dan verbal
Mendapat kebanggaan dalam pencapaian
Mengalami perpindahan alam perasaan
Memamerkan secara dramatis, menikmati pertunjukan orang lain
Menceritakan cerita keluarga pada oranglain tanpa batasan
Masih mempunyai banyak rasa takut
Mengkhayalkan teman bermain
Menggunakan alat dramatis, imajinatif dan imitatif
Eksplorasi seksual dan keingintahuan ditunjukkan melalui bermain, seperti menjadi dokter ataupun perawat
5 tahun
Mulai mempertanyakan apa yang dipikirkan orangtua dengan membandingkannya dengan teman sebaya dan orang dewasa lain
Menunjukkan prasangka dan bias dalam dunia luar
Lebih mampu memandang perspektif oranglain, tetapi mentoleransi perbedaan daripada memahaminya
Mulai menunjukkan pemahaman tentang penghematan angka melalui penghitungan ibjek tanpa memandang pengaturan
Menggunakan kata berorientasi waktu dengan peningkatan pemahaman
Sangat ingin tahu tentang informasi faktual mengenai dunia
Kurang memberontak dibandingkan pada waktu berusia 4 tahun
Lebih tenang dan berhasrat untuk menyelesaikan urusan
Tidak seterbuka dan terjangkau dalam hal pikiran dan perilaku seperti pada tahun-tahun sebelumnya
Mandiri tetapi tidak dapat dipercaya, tidak kasar, lebih bertanggungjawab
Mengalami sedikit rasa takut, mengandalkan otoritas luar untuk mengendalikan dunianya
Berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan benar dan mudah, mencoba untuk hidup berdasarkan aturan
Menunjukkan sikap lebih baik
Tidak siap untuk berkonsentrasi pada pekerjaan–pekerjaan yang rumit atau cetakan yang kecil karena sedikit rabun jauh dan koordinasi tangan-mata belum halus
Permainan asosiatif, mencoba untuk mengikuti aturan tetapi curang untuk menghindari kekalahan
6 TAHUN
Teori pemikiran lebih matang
Lebih efisien dalam membangun strategi
Dapat berbagi dan bekerjasama dengan lebih baik
Mempunyai kebutuhan yang lebih besar
Sering cemburu terhadap adik
Sering curang untuk mendapatkan kemenangan dalam permainan
Melakukan yang dilakukan orang dewasa
Lebih mandiri
Mempunyai cara sendiri untuk melakukan sesuatu
Meningkatkan sosialisasi


  1. PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK PRASEKOLAH
USIA
PERKEMBANGAN BAHASA
3 TAHUN
Mempunyai perbendaharaan kata ± 900 kata
Menggunakan kalimat lengkap dari 3 sampai 4 kata
Bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya
Mengulang kalimat dari 6 suku kata
Mengajukan banyak pertanyaan
4 TAHUN
Mempunyai perbendaharaan kata sebanyak 1500 kata atau lebih
Menggunakan kalimat dari 4 sampai 5 kata
Menceritakan cerita dengan cara dilebih-lebihkan
Mengetahui lagu sederhana
Sedikit tidak sopan bila berhubungan dengan anak yang lebih besar
Menuruti empat frase preposisi, seperti bawah, atas, samping, belakang, atau depan.
Menyebutkan satu warna atau lebih
Memahami analogi seperti “Bila es dingin, api panas”
5 TAHUN
Mempunyai perbendaharaan kata sebanyak 2100 kata
Menggunakan kalimat dengan 6 sampai 8 kata
Menyebutkan koin. Misal nikel, perak, dan seterusnya
Menyebutkan empat warna atau lebih
Menggambarkan gambar atau lukisan dengan banyak komentar dan menyebutkannya satu persatu
Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan dan kata yang berhubungan dengan waktu
Mengetahui komposisi artikel, seperti “Sepatu terbuat dari kulit”.
Dapat mengikuti 3 perintah sekaligus
6 TAHUN
Mempunyai perbendaharaan kata sebanyak 2600 kata
Kemampuan bicara seperti orang dewasa
Anak memahami sekitar 20000 kata
Anak dapat menceritakan kembali sebuah alur cerita

  1. PENELITIAN YANG TERKAIT
Beberapa penelitian yang terkait dengan Pola asuh terhadap anak ditinjau dari tumbuh kembangnya adalah sebagai berikut:
  1. Penelitian yang dilakukan oleh Akmal Janan Abror pada tahun 2009 yang berjudul “Pola Asuh orangtua karir dalam mendidik anak”. Dalam penelitian tersebut, peneliti melakukan studi kasus pada sebuah keluarga di Yogyakarta. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa:
a.       Pola asuh yang diterapkan oleh keluarga S adalah pola asuh demokratis. Pola asuh ini ditinjau dari cara memberikan aturan, penghargaan, hukuman, otoritas, dan perhatian kepada anak.
b.      Faktor pendukung dalam mendidik anak adalah keadaan ekonomi orangtua, pendidikan, keadaan anak, bantuan dari pihak lain dan lingkungan yang representatif. Adapaun faktor yang menghambat adalah pekerjaan yang menyebabkan keterbatasan waktu dan kelelahan serta keterbatasan pemahaman agama
c.       Hasil yang dicapai adalah anak pertamanya mendapatkan prestasi akademik, memiliki kemandirian, pengamalan agama dan perilaku sosial yang baik. Sedangkan anak keduanya yang masih balita terbiasa dengan ketidakhadiran orangtuanya namun tetap dapat mengenalinya, dapat tumbuh secara normal dan selalu terawat.
  1. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Devi Griestanti pada tahun 2008 yang berjudul “Perbedaan perkembangan anak usia toddler antara yang diasuh oleh orangtua dan pembantu rumah tangga di Rt. 07/ 12 Desa Saptorenggo Kec. Pakis Kab. Malang. Hasil penelitian didapatkan bahwa perkembangan anak usia Toddler (1-3 tahun) yang diasuh orang tua sebanyak 10 anak (100%) mengalami perkembangan anak normal dan perkembangan anak usia Toddler (1-3 tahun) yang diasuh pembantu rumah tangga sebanyak 12 anak (80%) mengalami perkembangan anak normal. Setelah dianalisa  anak usia Toddler (1-3 tahun) antara yang diasuh orang tua dan pembantu rumah tangga menurut Mann Whitney U-test menunjukkan Uhitung  <  Utabel (-15 < 33), berarti ada perbedaan perkembangan anak usia Toddler (1-3 tahun) antara yang diasuh orang tua dan pembantu rumah tangga.
  2. Penelitian ketiga dilakukan oleh Listriana Fatimah pada tahun 2012 yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan perkembangan anak di RA Darussalam Desa Sumber Mulyo Jogoroto, Jombang. Hasil penelitian menyebutkan setengahnya pola asuh orang tua baik yaitu 22 responden (50 %), dan sebagian besar perkembangan anak normal yaitu 32 responden (72,7 %). Hasil analisa data dengan rumus kendall’s didapatkan hasil 0,002 lebih besar dari nilai signifikan 0,05, sehingga disimpulkan ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak.











  1. Text Box: Faktor Internal, yang terdiri dari :
1.	Perbedaaan ras/ etnik atau bangsa
2.	Keluarga
3.	Jenis kelamin
4.	Umur
5.	Kelainan genetik
6.	Kelainan kromosom

KERANGKA TEORI





 























 


























Keterangan:
Pola asuh orangtua dan caregiver sangat mempengaruhi perkembangan anak prasekolah. Namun, dalam penelitian hanya akan dilihat apakah ada perbedaan pola asuh caregiver di rumah dan di tempat penitipan anak terhadap anak prasekolah ditinjau dari perkembangan kognitif dan sosial.























     BAB III
KERANGKA PENELITIAN

  1. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah bagian dari riset keperawatan yang menyajikan konsep dalam bentuk kerangka konsep sebuah penelitian. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan pola asuh yang diberikan oleh caregiver  pada anak prasekolah yang ditinjau dari perkembangan kognitif dan sosial.
POLA ASUH CAREGIVER DI TPA
a.             Memahami dasar-dasar pengasuhan
1)             Memahami peran pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
2)             Memahami pola makan dan kebutuhan gizi masing-masing anak
3)             Memahami layanan dasar kesehatan dan kebersihan anak
4)             Memahami tugas dan kewenangan dalam membantu guru dan guru pendamping
b.             Terampil melaksanakan pengasuhan
1)             Terampil dalam melakukan perawatan dan kebersihan anak
2)             Terampil bermain dan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan anak
3)             Mengenali dan mengatasi ketidaknyamanan anak
4)          Terampil merawat kebersihan fasilitas bermain anak
c.             Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak
1)             Menyayangi anak secara tulus
2)             Berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh perhatian, serta melindungi anak
3)             Memiliki kepekaan dan humoris dalam menyikapi perilaku anak
4)             Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bertanggung hawab
5)             Berpenampilan rapi, bersih, dan sehat
6)             Berperilaku santun, menghargai, dan hormat kepada orangtua anak
 
POLA ASUH CAREGIVER DI RUMAH
Kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang caregiver di rumah, yaitu:
a.             Memiliki latar belakang keluarga yang baik.
b.             Mempunyai fisik dan mental yang sehat
c.             Penuh kasih sayang, mudah bergaul, dan percaya diri. Jangan diterima yang terlalu cerewet, suka marah dan terlalu keras terhadap anak.
d.             Berpenampilan bersih dan rapi
e.             Sifat atau hati yang baik pada anak lebih penting daripada pendidikan yang tinggi
f.             Mempunyai pengetahuan serta ketrampilan bermain dengan anak untuk menstimulasi perkembangan anak yang diasuhnya.
 
       VARIABEL INDEPENDEN                       VARIABEL INDEPENDEN


                                                                                  











 






  1. HIPOTESIS
Ada perbedaan antara pola asuh caregiver di rumah dengan pola asuh caregiver di tempat penitipan anak (TPA) terhadap perkembangan anak prasekolah ditinjau dari perkembangan kognitif  dan sosial.

  1. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek (Aziz Alimul, 2007)
  1. VARIABEL INDEPENDEN
NO
VARIABEL
DEFINISI OPERASIONAL
CARA PENGUKURAN
HASIL UKUR
SKALA
1.
Pola asuh care giver di rumah
Proses pengasuhan yang dilakukan oleh caregiver di rumah
Kuesioner
Latar belakang keluarga
1 : kurang baik
2 : cukup baik
3 : Sangat baik
Mempunyai fisik dan mental yang sehat
1 : Sangat tidak setuju
2 : Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5: Sangat tidak setuju
Penuh kasih sayang, mudah bergaul, dan percaya diri.
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju
Berpenampilan bersih dan rapi
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju

Sifat atau hati yang baik pada anak
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju



Tingkat Pendidikan
1 : Kurang
2 : Cukup
3 : Baik
Mempunyai pengetahuan serta ketrampilan bermain dengan anak
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju
Ordinal
2.
Pola asuh caregiver di TPA
Proses pengasuhan yang dilakukan oleh caregiver di tempat penitipan anak (TPA)
Kuesioner
Memahami dasar-dasar pengasuhan
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju
Terampil melaksanakan pengasuhan
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju
Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak
1: Sangat tidak setuju
2: Tidak setuju
3 : Netral
4 : Setuju
5 : Sangat tidak setuju
Ordinal

  1. VARIABEL DEPENDEN
NO
VARIABEL
DEFINISI OPERASIONAL
CARA PENGUKURAN
HASIL UKUR
SKALA
1.
Perkembangan kognitif anak prasekolah
(usia 3-6 tahun)
Kemampuan anak prasekolah untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.
Dengan menggunakan format DDST dan mengisi format dengan checklist
1 : Kurang Optimal
2 : Cukup Optimal
3 : Sangat Optimal
Ordinal
2.
Perkembangan sosial anak prasekolah
(usia 3-6 tahun)
Kemampuan  anak prasekolah untuk berinteraksi sosial terhadap lingkungan dan masyarakat untuk memperoleh kepribadian dan membangun potensi-potensi pada anak
Dengan menggunakan format DDST dan mengisi format dengan checklist
1 : Kurang Optimal
2 : Cukup Optimal
3 : Sangat Optimal
Ordinal
                                                                                              





















BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A.    JENIS  PENELITIAN
Dalam penelitian nanti, peneliti akan menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan melakukan survey simple deskriptif terhadap dua kelompok responden yang dibedakan berdasarkan lokasi. Peneliti akan meneliti tentang pola asuh caregiver baik di rumah ataupun TPA di lingkungan Kelurahan Kencana Bogor terhadap anak prasekolah ditinjau dari aspek perkembangan kognitif dan sosial.

B.        LOKASI PENELITIAN
Peneliti akan melakukan penelitian di lingkungan perumahan dan juga Tempat Penitipan Anak di Kelurahan Kencana Bogor Jawa Barat.

C.     WAKTU PENELITIAN
Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Maret – Juni 2014 dan akan dilaporkan pada bulan Juli 2013 dalam bentuk laporan penelitian.

D.    POPULASI DAN SAMPEL
Peneliti akan mengambil populasi secara acak sederhana. Subjek penelitiannya adalah anak usia prasekolah (3 – 6 tahun) yang diasuh oleh caregiver baik di rumah ataupun caregiver di TPA pada saat ibu bekerja diluar rumah. Namun, saat melakukan wawancara dilakukan terhadap orangtua khususnya ibu yang mempunyai anak prasekolah yang selama ibu bekerja pengasuhan anaknya dilakukan oleh caregiver, baik di rumah ataupun di Tempat Penitipan Anak.
Rumus yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah:
n = 10% X N

 
                                               

Keterangan:
n = Besar sampel                     N = Besar populasi  

E.     ALAT PENGUMPULAN DATA
Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara terhadap orangtua dari anak prasekolah dengan menggunakan kuesioner yang telah peneliti siapkan sebelumnya untuk mengetahui tentang gambaran perbedaan kualitas pola asuh caregiver di rumah dan di TPA. Selain itu, peneliti juga menggunakan format DDST untuk mengetahui perkembangan anak prasekolah yang diasuh oleh caregiver ditinjau dari aspek perkembangan kognitif dan sosial.

F.      PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan di lingkungan perumahan dan di Tempat Penitipan Anak di Kelurahan Kencana Bogor.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan saat pengumpulan data adalah:
  1. Surat izin yang didapat dari STIKes Binawan kemudian diteruskan ke tempat penelitian yaitu lingkungan perumahan dan Tempat Penitipan Anak di Kelurahan Kencana Bogor.
  2. Penelitian akan dilanjutkan jika Peneliti sudah mendapatkan izin dari pimpinan TPA dan juga Lurah dari Kelurahan Kencana Bogor.
  3. Peneliti memperkenalkan diri kepada responden dan menunjukkan surat izin penelitian dari STIKes, kemudia peneliti membina hubungan saling percaya dengan responden.
  4. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang maksud dan tujuan dari penelitian tersebut.
  5. Bila responden bersedia, peneliti mempersilahkan responden untuk menandatangani surat persetujuan.
  6. Peneliti menjelaskan bahwa responden dapat menolak untuk ikut dalam penelitian jika mereka tidak bersedia dan tidak akan dikenakan sanksi atas penolakan tersebut.
  7. Responden diberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner dan dipersilahkan bertanya jika ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.
  8. Selama pengisian kuesioner, peneliti harus berada disekitar responden untuk mempermudah responden bertanya jika ada yang kurang jelas.
  9. Pengecekan kuesioner dilakukan setelah semua instrumen diisi oleh responden 


G.    PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer dengan tahapan Editing, Coding data, Scoring dan Entry data.

H.     ANALISA DATA
Analisa data yang dilakukan menggunakan cara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS untuk melihat sebaran data dengan mean, median dan modus.
 


DAFTAR PUSTAKA

Idris, M, H. (2012).  Pola Asuh Anak: Melejitkan Potensi dan Prestasi sejak Usia dini. Jakarta : Luxima Metro Media
Notoatmodjo,S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Papalia,D,E., Olds, S,W.,& Feldman,R,D. (2009). Human Development: Perkembangan Manusia,ed.10, Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan anak usia dini
Sarwono,J. (2006). Analisis Data Penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset
Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Upton, P. (2012). Psikologi Perkembangan. Diterjemahkan oleh: Widuri,N,F. Jakarta: Erlangga
Wong, D,L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, ed.6, vol.1. Diterjemahkan oleh: Sutarna,A.,Juniarti,N., & Kuncara,H,Y. Jakarta: EGC
Wong, D,L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, ed.4. Diterjemahkan oleh : Monica, E. Jakarta: EGC
Dewi,K,H. (2013). Sistem Pendukung Perempuan pekerja. On-Line.
Fatimah,L. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perkembangan Anak di RA. Darussalam Desa Sumber Mulyo, Jogoroto, Jombang. (On-Line).
http://hubungan pola asuh orangtua dengan perkembangan anak.pdf  
Intikhobah, I. (2009). Skripsi Perbedaan Perkembangan Anak usia 24-36 bulan yang berada di TPA dan di Rumah yang diasuh oleh Pembantu Rumah Tangga. (On-line). http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/05410041-iftitah-intikhobah.ps

Pangastuti,R. (2011). Studi Analisis Implementasi Fullday di TPA Beringharjo Kota Yogyakarta, TPA Pelangi Indonesia dan TPA Laboratorium PAUD UGM Kabupaten Sleman, dan TPA Jabal Rahmah Kabupaten Bantul. (On-Line).
Rachmad. Kajian Teori tentang Pola Asuh. On-line.
Diunduh pada tanggal 10 Juni 2013
Yuliastara,A. (2012). Pilih anak diasuh Babysitter atau Kakek-neneknya?. (On-line). http://wolipop.detik.com/read/2012/11/23/074624/2099000/857/pilih-anak-diasuh-babysitter-atau-kakek-neneknya
            Diunduh pada tanggal 10 Juni 2013
Yuliastara,A. (2012).Ketika Ibu memilih Anak diasuh oleh Babysitter.(On-line). http://wolipop.detik.com/read/2012/11/23/073157/2098996/880/ketika-ibu-memilih-anak-diasuh-oleh-babysitter
            Diunduh pada tanggal 10 Juni 2013








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nutrisi pada ibu post partum

DUTA BUKU "MEROKOK = EGOIS"

STUDI KASUS ASKEP OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL